Cari yang antum mau

Rabu, 29 November 2023

BEDA HUKUM AIR KENCING BAYI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

 *BEDA HUKUM AIR KENCING BAYI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN*


_Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi_



Ketika kita tengah asyik bercengkerama dengan si mungil, tiba-tiba ngompol, dan mengenai pakaian kita. Apa tindakan kita? Najiskah pakaian kita karena terkena kencing bayi?


Air kencing bayi laki-laki cukup dibersihkan dengan diperciki air. Lain halnya air kencing bayi perempuan, harus dicuci bersih. Hal ini berdasarkan hadits:


عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ  أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ  قَالَ فيِ بَوْلِ الْغُلاَمِ الرَّضِيْعِ : يُنْضَحُ بَوْلُ الْغُلاَمِ, وَيُغْسَلُ بَوْلُ الْجَارِيَةِ. قَالَ قَتَادَةَ : وَهَذَا مَا لَمْ يَطْعَمَا. فَإِذَا طَعَمَا غُسِلاَ جَمِيْعًا


Dari Ali bin Abu Thalib  bahwasanya Nabi pernah bersabda tentang air kencing bayi yang masih menetek, Kencing bayi laki-laki (bisa suci dengan) diperciki air, sedang kencing bayi perempuan harus dicuci bersih. 


Qatadah berkata, Hal ini (berlaku) selagi kedua bayi tersebut belum makan (makanan selain ASI).

Apabila sudah makan makanan, maka keduanya harus dicuci bersih.  (HR. Abu Dawud 377, Tirmidzi 610, Ibnu Majah 525, Ahmad 1/76, Ibnu Khuzaimah 284, dan al-Hakim dalam Mustadrak 604. Dishahihkan Tirmidzi dan al-Hakim dan disetujui adz-Dzahabi, Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari 1/434 bahwa sanadnya shahih).


Hadits ini merupakan hujjah yang jelas bahwa air kencing bayi laki-laki cukup hanya dipercik. Adapun air kencing bayi perempuan harus dicuci bersih. Ini merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat, tabiin, dan orang-orang setelah mereka, seperti Ahmad dan Ishaq. Hal itu selama keduanya belum makan. Bila sudah makan, maka bekas air kencing keduanya harus dicuci, baik bayi laki-laki maupun perempuan. 


Imam Ibnul Qayyim menjelaskan rahasia sebab perbedaan tersebut: Pembedaan antara bayi laki-laki dengan bayi perempuan ditinjau dari tiga segi; 


Pertama: Bayi laki-laki lebih sering dibawa bepergian daripada bayi perempuan, sehingga amat memberatkan bila harus mencucinya setiap kali ia kencing. 


Kedua: Air kencing bayi laki-laki tidaklah memancar (mengalir) pada satu tempat, akan tetapi memancar ke mana-mana. Lain halnya dengan bayi perempuan. 


Ketiga: Air kencing bayi perempuan lebih kotor dan bau daripada bayi laki-laki, sebab suhu air kencing bayi laki-laki lebih tinggi daripada air kencing bayi perempuan. Kadar panas yang terdapat pada air kencing tersebut mampu mengurangi baunya. Inilah beberapa alasan perbedaan antara keduanya.

 (I’lamul Muwaqqi’in (2/70).


Namun perlu diingatkan bahwa kencing bayi laki atau perempuan baik yang sudah makan selain asi atau yang belum makan selain asi adalah najis, hanya saja ada keringan pada cara membersihkannya untuk bayi laki yang belum makan selain asi. (Syarhu Sunnah Al Baghawi 2/85).


Dan hukum ini khusus berkaitan dengan kencing bayi. Adapun kotorannya, maka najis dengan kesepakatan ulama. (Al Majmu' 2/549). Wallahu A'lam.


┈┉┅━━••••━━┅┉┈


#yau #yusufabuuabiadah #doa #keinginan #citacita #serialdoayau #kumpulandoa #serialhadits #serialhaditsyau #rukunislam #haji #puasa #sholat #zakat #tauhid #belajaragama #jalanesurga #surga #hukumairkecingbayi 


🌐 Website : abiubaidah.com

📱Facebook: FB.com/YusufAbuUbaidah

💻YouTube : bit.ly/youtubeYAU

📲Instagram: bit.ly/YAUig

🖥Twit: twitter.com/YusufAbuUbaidah

📟Telegram: t.me/ilmu20

📚 Ebook: abiubaidah.com/ebook


┈┉┅━━••••━━┅┉┈


*Donasi Operasional YAU*

| Bank Syariah Indonesia 

| Cab. Cimahi

| Kode Bank 451

| No. Rek 9119-1444-15

| Atas Nama: YAU Operasional

Selasa, 21 November 2023

5 Fawaid Hadist Keutamaan Shalat Dhuha


 *5 Fawaid Hadist Keutamaan Shalat Dhuha*


عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، فَكُلُّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةٌ، وكُلُّ تَهْلِيْلَهٍ صَدَقَةُ، وَكُلُّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ. وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى »


👤Dari Abu Dzar radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“* *Setiap pagi dari persendian setiap anggota tubuh salah seorang dari kalian (harus dikeluarkan) sedekahnya*


*Setiap tasbih ucapan (Subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (Laa Ilaha Illallah) adalah sedekah, setiap takbir (Allahu Akbar) adalah sedekah*


*Memerintahkan kepada kebaikan adalah sedekah, dan mencegah dari yang mungkar juga sedekah. Dan semua itu sudah mencukupi dengan menunaikan shalat Dhuha sebanyak dua rakaat.”*


(HR. Muslim, no. 720).


💡 *Faedah Hadist Hadist ini memberikan faedah-faedah berharga, di antaranya:*


1. Keutamaan shalat Dhuha yang senilai dengan sedekah untuk seluruh persendian dan ini menunjukkan rahmat Allah Ta’ala Yang Maha Luas. Padahal jumlah persendian yang ada pada seluruh tubuh kita sebagaimana dikatakan dalam hadits dan dibuktikan dalam dunia kesehatan adalah 360 persendian. Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah menyebutkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,


إِنَّهُ خُلِقَ كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْ بَنِى آدَمَ عَلَى سِتِّينَ وَثَلاَثِمَائَةِ مَفْصِلٍ


“Sesungguhnya setiap manusia keturunan Adam diciptakan dalam keadaan memiliki 360 persendian” (HR. Muslim, no. 1007).


2. Bentuk syukur atas anugerah persendian pada tubuh setiap insan adalah dengan sedekah setiap harinya.


3. Sedekah itu tidak terbatas dengan harta, tetapi semua pintu kebaikan adalah sedekah baginya, setiap tahlil, takbir, memerintahkan yang baik, mencegah yang mungkar dan setiap amalan yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala baik ucapan mau pun perbuatan, adalah sedekah, bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya),


“Sesungguhnya jika kamu membantu seseorang menaiki kenderaannya atau mengangkat barang di atasnya, maka itu merupakan sedekah.” (HR. Muslim, no. 1677)


4. Keutamaan dan kemuliaan memperbanyak amalan ketaatan dengan berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan menegakkan Amar Makruf Nahi Mungkar setiap hari.


5. Para ulama mengatakan bahwa dua rakaat shalat Dhuha itu hukumnya sunnah dikerjakan setiap hari. Jika setiap hari kita dianjurkan bersedekah sejumlah ruas tulang ini (360 persendian), maka dua rakaat shalat Dhuha itu dapat mencukupinya, dengan demikian hendaknya shalat Dhuha ini ditunaikan setiap hari untuk memenuhi amalan sedekah ini.


Wallahu Ta’ala A’lam.


Referensi Utama: 

Syarah Riyadhus Shalihin karya Syaikh Shalih al Utsaimin, & Kitab Bahjatun Naazhiriin Syarh Riyaadhish Shaalihiin karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaliy.


Baca selengkapnya:

https://bimbinganislam.com/fawaid-hadist-91-keutamaan-shalat-dhuha/



,•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

🌐 *Follow Akun Resmi 'MADEENAH'*


• Website: https://madeenah.bimbinganislam.com/

• Fanspage: https://facebook.com/madeenah.official/

• Instagram: https://instagram.com/madeenah.official/

Senin, 20 November 2023

TEMPAT SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

 🔊 *MATERI 23 : TEMPAT SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR*


📆 Senin, 06 Jumadal Ula 1445 H/20 November 2023 M

👤 Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.

📗 Fiqih : Modul 02

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


_MADEENAH..._

_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Pada pertemuan ini _insyaAllah_ kita akan membicarakan tentang sifat dan bagaimana Sujud Tilawah.


Bahwa sujud Tilawah, dia melakukan sujud sebanyak satu sujud (satu kali) kemudian dia bertakbir apabila dia akan melakukan sujud, kemudian dia mengatakan di dalam sujudnya dengan membaca سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى sebagaimana sujud ketika shalat.


Atau boleh dia mengatakan (dengan membaca),


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي


Atau boleh dia membaca,


سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ


Maka juga boleh untuk dibaca.


Ini tentang sifat dan bagaimana membaca (bacaan) sujud Tilawah. Hanya dengan satu kali sujud saja kemudian bisa membaca dengan apa yang tadi kita jelaskan.


Kemudian tentang tempat-tempat disunnahkan nya kita melakukan sujud Tilawah di dalam Al-Qur'an. Ada 15 tempat di dalam Al-Qur'an yang kita sunnahkan melakukan sujud Tilawah.


[1] Di akhir surat Al-A'raf ayat 206

[2] Surat Ar-Ra'd pada ayat yang ke-15

[3] Surat Al-Nahl ayat 49 sampai ayat 50

[4] Surat Al-Isra' ayat 107 kemudian sujud di akhir ayat 109

[5] Surat Maryam ayat 58

[6] Awal surat Al-Hajj ayat 18

[7] Akhir surat Al-Hajj ayat 77

[8] Surat Al-Furqan ayat 73

[9] Surat An-Naml ayat 25 sampai 26 yang sujud di akhir ayat

[10] Surat As-Sajdah ayat yang ke-15

[11] Surat Fushshilat ayat 37 sampai 38

[12] Akhir surat An-Najm pada ayat 62

[13] Surat Al-Insiqaq ayat 20 sampai ayat 21

[14] Akhir surat Al-Alaq ayat 19

[15] Surat Ash-Shad pada ayat 24, walaupun ini sebagian para ulama mengatakan ini adalah ayat untuk sujud syukur, maka Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ melakukan sujud ini ketika membaca ayat yang ada di dalam surat Shad ayat 24 ini.


Ini beberapa tempat yang kita disunnahkan untuk melakukan sujud Tilawah.


Kemudian pada pasal yang keenam berkaitan dengan sujud Syukur. Disunnahkan hukumnya bagi seseorang yang dia mendapatkan kenikmatan atau dia terhilangkan dari bahaya dari sesuatu yang tidak disukai atau dia diberikan kabar gembira dengan apa yang menyenangkan, maka hendaknya disunnahkan untuk melakukan sujud Syukur ini karena Allah _Subhanahu Wa Ta'ala_. Mengikuti apa yang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ telah lakukan. Namun di dalam sujud syukur ini tidak diisyaratkan untuk menghadap ke arah kiblat walaupun bila dia melakukannya dengan menghadap ke arah kiblat sebagaimana sujud Tilawah maka ini yang lebih utama.


Bahwa Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ melakukannya sebagaimana yang disebutkan di dalam hadist Abu Bakrah, bahwa Nabi _shallallahu 'alayhi wa sallam_,


كان إذا أتاه أمر يسره - أو يُسَرُّ به


Bahwa Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ ketika Beliau dapatkan perkara yang menyenangkan baginya


خر ساجداً شكراً لله تبارك وتعالى


Maka Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ melakukan sujud untuk bersyukur kepada Allah _Subhanahu Wa Ta'ala_.


Begitu pula yang dilakukan oleh para sahabatnya dengan melakukan sujud Syukur ini. Dan hukum sujud ini, caranya dan bacaannya sebagaimana yang dilakukan pada sujud Tilawah.


Dengan ini maka kita berharap kita bagian dari hamba-hamba yang banyak bersujud kepada Allah _Subhanahu Wa Ta'ala_ dan bisa melakukan sujud-sujud yang diperintahkan disyari'atkan di dalam agama Islam ini sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_.


_Wallahu ta'ala a'lam bishshawab_.


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

Jumat, 17 November 2023

SUJUD TILAWAH DAN KEUTAMAANNYA

 🔊 *MATERI 22 : SUJUD TILAWAH DAN KEUTAMAANNYA*


📆 Jum’at, 03 Jumadal Ula 1445 H/17 November 2023 M

👤 Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.

📗 Fiqih - Modul 02

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


_MADEENAH…_

_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Pada pasal sebelumnya telah kita bicarakan tentang sujud Sahwi, maka pada pasal ini (pada pasal yang kelima), Kita akan membicarakan tentang sujud At-Tilawah (التلاوة)


Disyari'atkannya sujud Tilawah dan hukumnya, bahwa sujud Tilawah disyari'atkan ketika seorang hamba membaca ayat-ayat yang diperintahkan untuk melakukan sujud Tilawah tersebut atau Ketika dia mendengarkan ayat-ayat tersebut.


Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Umar _radhiyallahu ta'ala 'anhuma_, bahwa Nabi _shallallahu 'alayhi wa sallam_ membacakan kepada kami surat-surat yang di dalamnya ada ayat Sajdah. Kemudian Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ sujud, maka kami pun sujud bersama Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_.


Bahkan didapatkan,


حتى ما يجد أحدنا موضعا لجبهته


Bahwa ketika kita dalam keadaan berkumpul dengan Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_, Rasulullah sujud kemudian kita bersujud dan hampir sebagian kami mendapatkan tidak ada tempat untuk meletakkan جَبْهَةٌ (kening)nya untuk sujud.


Artinya bahwa Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ melakukan sujud pada ayat-ayat sujud Tilawah.


Nanti insyaallah akan kita bicarakan.


Dan hukum sujud Tilawah ini adalah sunnah, ini menurut yang rajih dan shahih, bukanlah hukumnya wajib. Sebagaimana ketika ُZaid ibnu Tsabit membacakan ayat kepada Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ dalam surat An-Najm,


فَلَمْ يَسجُدْ فِيها


"Namun Rasulullah _shallallāhu 'alayhi wa sallam_ tidak melakukan sujud (tilawah) pada ayat tersebut." (HR Bukhari no. 1073)


Ini menunjukkan bahwa sujud Tilawah hukumnya tidak wajib, namun hukumnya sunnah.


Sujud Tilawah disyari'atkan bagi orang yang membaca ayat-ayat sujud Tilawah (ayat sajdah) dan bagi orang yang mendengarkan ketika dia mendapatkan qari' melakukan sujud Tilawah. Baik dibaca ayat sajdah tersebut di dalam shalat ataupun ketika di luar shalat. Sebagaimana yang Rasulullah _shallalhu 'alayhi wa sallam_ lakukan ketika membaca (ayat) as-sajdah, kemudian para sahabat melakukan sujud bersama dia.


Sebagaimana hadits sebelumnya yang telah kita baca (hadits Ibnu Umar),


فَيَسجُدُ ونَسجُدُ مهَهُ


"Maka Beliau sujud dan kami pun bersujud bersamanya Beliau."


Sedangkan dalil yang memerintahkan untuk sujud Tilawah di dalam shalat sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Rafi', dia berkata,


صَلَّيْتُ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ الْعَتَمَةَ


Bahwa dia (Abu Rafi’) shalat (Isya) bersama Abu Hurairah.


فَقَرَأَ ‏{‏إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ‏}‏ فَسَجَدَ


Ketika membaca إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ‏ maka Abu Hurairah sujud.


فَقُلْتُ لَهُ: ما هذه؟


Maka aku katakan, "Apa ini?"


قَالَ سَجَدْتُ بها خَلْفَ أَبِي الْقَاسِمِ صلى الله عليه وسلم


"Aku sujud dengannya ketika di belakang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_."


فَلاَ أَزَالُ أَسْجُدُ بِهَا حَتَّى أَلْقَاهُ‏


"Maka aku terus menerus melakukannya ketika mendapatkan ayat-ayat sujud tilawah, maka aku (akan) sujud tilawah di dalam shalat sampai aku meninggal."


(Hadits riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim).


Yang menjadi perhatian di sini, bila yang membaca ayat tersebut tidak sujud maka bagi yang mendengarnya tidak perlu untuk sujud. Karena orang yang mendengar tentunya mengikuti orang yang membacanya, baik di luar shalat ataupun di dalam shalat.


Misalnya ketika kita mendapatkan Imam tidak sujud Tilawah, maka kita tidak perlu untuk melakukan sujud Tilawah atau di luar shalat ketika ada seseorang yang membaca ayat sajdah, dia tidak sujud, maka kita tidak perlu untuk melakukan sujud Tilawah.


Keutamaan sujud Tilawah sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah bahwa Nabi _shallallahu 'alayhi wa sallam_ bersabda,


إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي


_"Apabila seorang hamba membaca ayat sajdah kemudian dia sujud, maka syaithan menjauh dan menangis."_ Dia mengatakan,


يَقُولُ يَا وَيْلَهُ


“Maka celakalah!”


أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ


"Bani Adam (manusia) diperintahkan untuk sujud kemudian dia sujud, maka mendapatkan Surga.”


وَأُمِرْتُ بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ فَلِيَ النَّارُ


“Aku diperintahkan untuk melakukan sujud namun aku menolak maka aku mendapatkan Neraka."


(Hadits riwayat Imam Muslim).


_Wallahu ta'ala a'lam bishshawab_.


Semoga bermanfaat.


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

Kamis, 16 November 2023

KAPAN SUJUD SAHWI DISUNNAHKAN DAN TATA CARANYA

 🔊 *MATERI 21 : KAPAN SUJUD SAHWI DISUNNAHKAN DAN TATA CARANYA*


📆 Kamis, 02 Jumadil Ula 1445 H/16 November 2023 M

👤 Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.

📗 Fiqih : Modul 02

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


_MADEENAH…_

_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Setelah pada pasal yang sebelumnya kita membicarakan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan apa itu sujud Sahwi kemudian keadaan-keadaan yang diwajibkan untuk sujud Sahwi.


Maka pada pasal yang ketiga متى يسنّ kalau sebelumnya diwajibkan, maka kapan disunnahkan untuk melakukan sujud Sahwi.


Disunnahkan sujud Sahwi apabila dia melakukan sesuatu kesalahan dalam bacaannya, misalnya yang seharusnya dia di dalam sujud dia membaca سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى kemudian dia baca dengan bacaan سبحان ربي العظيم misalnya, atau dia meninggalkan hal-hal yang sunnah. Maka hal ini disunnahkan untuk melakukan sujud Sahwi dengan keumuman hadits dari Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_,


إذا نسي أحدكم فليسجد سجدتين


_"Apabila kalian lupa maka hendaknya dia melakukan sujud sebanyak dua sujud."_ (HR Muslim no. 572).


Artinya sujud Sahwi sebanyak dua kali .


Kemudian pada pasal yang keempat ini kita akan membicarakan tentang موضعه وصفته tempat atau kapan dilakukan sujud Sahwi dan sifat-sifat sujud Sahwi .


Yang pertama tempatnya, artinya kapan dilakukan sujud Sahwi, apakah sebelum salam atau setelah salam. Tidak diragukan bahwa hadits-hadits terkait dengan sujud Sahwi itu kalau kita bisa katakan terbagi menjadi dua.


Yang pertama adalah hadits-hadits yang menunjukkan Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ melakukan sujud Sahwi sebelum salam dan hadits-hadits yang lainnya Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ pernah melakukannya setelah salam.


Sehingga sebagian para ulama di sini mencoba untuk menjelaskan dan menggabungkan di antara hadits-hadits tersebut. Secara umum bahwa orang yang melakukan sujud Sahwi itu diberikan pilihan _insyaAllah_. Artinya boleh dia sujud sebelum salam atau setelah salam. _InsyaAllah_ tidak menjadi masalah, tidak ada yang mewajibkan _InsyaAllah_ dia harus begini dia harus begini, tidak.


Dia bisa melakukannya sebelum salam atau setelah salam dalam keadaan apapun yang tadi telah kita jelaskan. Walaupun ada sebagian yang menjelaskan kapan dilakukannya sebelum salam dan kapan dilakukannya setelah salam.


Syaikh Ibnu Utsaimin _rahimahullah_ di dalam hal ini menjelaskan bila seorang hamba melakukan kekurangan di dalam shalatnya maka dia melakukan sujud Sahwi-nya sebelum salam. Namun bila dia menambahkan raka'at atau bacaannya atau kesalahannya itu dengan tambahan yang ada, maka hendaknya dia melakukan sujud Sahwi setelah salam.


Ini sebagian para ulama di dalam rinciannya, namun pada dasarnya boleh seorang hamba untuk melakukannya dan memilih untuk melakukan sebelum salam atau setelah salam. Sebagaimana yang disebutkan oleh penulis di sini dengan menisbatkannya kepada al-Muhaqqiqin bahwa mereka mengatakan,


إن المصلي مخير إن شاء سجد قبل السلام أو بعده


"Bahwa seorang yang melakukan shalat punya pilihan bila dia berkendak sujud sebelum salam atau setelahnya maka dipersilakan."


Kemudian tentang sifat sujud Sahwi, bahwa sujud Sahwi ini dilakukan dengan dua sujud sebagaimana sujud ketika shalat, dia bertakbir di dalam setiap sujudnya kemudian dia bertakbir ketika dia mengangkat dari sujudnya kemudian baru setelah dua sujud maka dia melakukan salam .


Sebagian para ulama mengatakan dengan setelah dia sujud, sebelum salam, maka dia membaca tasyahud (dulu). Namun diperbolehkan untuk melakukan ini atau melakukan itu sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam kitab ini.


_Wallahu ta'ala a'lam bishshawab._


Semoga bermanfaat.


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

Rabu, 15 November 2023

HUKUM SUJUD SAHWI DAN SEBABNYA

 🔊 *MATERI 20 : HUKUM SUJUD SAHWI DAN SEBABNYA*


📆 Rabu, 01 Jumadil Ula 1445 H/15 November 2023 M

👤 Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.

📗 Fiqih : Modul 02

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


_MADEENAH..._

_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Sampai kepada bab yang keenam ini kita akan membicarakan tentang Sujud Sahwi.


Pada pasal pertama kita akan membaca tentang; Disyari'atkannya Sujud Sahwi dan Sebabnya.


Yang dimaksud dengan sujud Sahwi adalah sujud yang diperintahkan untuk dilakukan di akhir shalat karena beberapa sebab. Sujud sahwi ini dilakukan untuk menambal kekurangan yang dilakukan di dalam shalat atau karena kelebihan raka'at atau karena keraguan yang terjadi pada shalat tersebut.


Sujud sahwi ini disyari'atkan dan diperintahkan sebagaimana Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ sabdakan,


إِذَا نَسِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ


_"Apabila seorang hamba lupa (dalam shalatnya), maka hendaknya dia sujud sebanyak dua sujud (dua kali)."_


(Hadits riwayat Imam Muslim).


Dan berdasarkan apa yang telah dilakukan Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ sebagaimana nanti akan kita dapatkan dari perilaku Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ yang pernah melakukan sujud Sahwi.


Dan sepakat para ulama tentang disyari'atkannya sujud Sahwi.


Sebabnya (sebab sujud Sahwi) sebagaimana tadi telah kita katakan ada tiga.


⑴ Karena tambahan raka'at yang dilakukan (kelebihan raka'at).


⑵ Karena kekurangan raka'at yang dilakukan.


⑶ Karena keragu-raguan yang didapatkan di dalam shalatnya.


Kemudian,


Pasal yang kedua: Kapan sujud-sujud Sahwi itu diwajibkan?


Ada beberapa keadaan atau sebab diwajibkan sujud-sujud sahwi tersebut,


[1] Apabila dia menambah amalan (perbuatan) dari jenis amalan di dalam shalatnya, misalnya dia menambah rukuk, menambah sujud, menambah berdiri atau duduk, maka hal ini bisa menjadikan harus melakukan sujud Sahwi.


Sebagaimana hadits dari Ibnu Mas'ud _radhiyallaahu ta'ala 'anhu_ lakukan,


صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم خَمْسًا فَلَمَّا انْفَتَلَ تَوَشْوَشَ الْقَوْمُ بَيْنَهُمْ فَقَالَ ‏"‏ مَا شَأْنُكُمْ ‏"‏ ‏.‏ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ زِيدَ فِي الصَّلاَةِ قَالَ ‏"‏ لاَ ‏"‏ ‏.‏ قَالُوا فَإِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَمْسًا ‏.‏ فَانْفَتَلَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ


"Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ ketika shalat bersama para sahabat, Beliau melakukan shalat sebanyak lima kali. Maka sahabatnya menanyakan kepada dia, ‘Apa yang terjadi? Apakah ditambah shalat tersebut?’ Maka Rasulullah mengatakan, _’Tidak.’_ Maka mereka mengatakan, ’Engkau (Rasulullah) telah melakukan shalat sebanyak lima raka'at.’ Maka Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ berdiri, kemudian Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ sujud dengan dua sujud kemudian Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ melakukan salam, kemudian Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ menambahkan.


إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ


_"Bahwa aku adalah manusia yang terkadang lupa sebagaimana kalian lupa."_


فَإِذَا نَسِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ ‏


_"Apabila kalian lupa maka hendaknya dia sujud sebanyak dua sujud."_


(Hadits riwayat Imam Muslim).


Maka bila seseorang mengetahui bahwa ada tambahan di dalam jumlah raka'atnya, maka pada saat itu pula dia harus duduk kemudian dia meneruskan shalatnya dengan tasyahud kemudian dia melakukan sujud Sahwi.


[2] Kemudian keadaan yang kedua yang harus dia lakukan adalah dia salam sebelum sempurna shalatnya, maka dia harus melakukan sujud Sahwi, artinya dia menambahkan raka'at yang kurang kemudian setelahnya dia harus melakukan sujud Sahwi.


Sebagaimana disebutkan di dalam hadits Amran Ibnu Hushain bahwa dia berkata,


سلم رسول الله ﷺ في ثلاث ركعات من العصر


"Rasulullah telah melakukan salam padahal raka'at tersebut baru tiga raka'at pada shalat Ashar. Kemudian,


ثم قام فدخل الحجرة


Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ berdiri kemudian masuk ke dalam kamarnya, maka ada seseorang yang disebut dengan dzul yadaini dan mengatakan kepada Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_,


أقصرت الصلاة؟


'Apakah engkau memendekkan shalat wahai Rasulullah?'


فخرج


Maka Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ keluar kemudian Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ menambahkan kekurangan tersebut yang telah dia tinggalkan, kemudian dia Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ salam, kemudian setelah salam Rasulullah _shallallhu 'alayhi wa sallam_,


ثم سجد سجدتي السهو، ثم سلم


Kemudian Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ melakukan dua sujud sahwi, kemudian Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ salam.


Ini keadaan yang kedua, apabila ada kekurangan maka dia harus melakukan sujud Sahwi setelah menambah kekurangan tersebut.


[3] Yang ketiga apabila dia melakukan suatu kesalahan yang mengurangi dari raka'at dia, artinya ketika dia membaca misalnya, ketika dia membaca surat Al-Fatihah, Surat Al-Fatihahnya kurang dan sebagainya, artinya belepotan yang menjadikan rukunnya itu tidak sah, maka dia harus menambah raka'atnya kemudian dia wajib untuk melakukan sujud Sahwi .


[4] Kemudian yang keempat adalah dia meninggalkan suatu yang wajib, maka dia wajib untuk melakukan sujud Sahwi sebagaimana hadits dari Ibnu Buhainah bahwa dia berkata,


صلى لنا رسول الله ﷺ ركعتين من بعض الصلوات ثم قام فلن يجلس، فقام الناس معه، فلما قضى صلاته ونظرنا تسليمه كبر قبل التسليم فسجد سجدتين وهو جالس، ثم سلم.


Yang artinya dalam hadits ini, "Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ yang seharusnya dia melakukan tasyahud awal, namun Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ tidak melakukan tasyahud awal, kemudian Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ langsung berdiri sampai akhirnya Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ menyadarinya, kemudian Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ sebelum salam Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ sujud Sahwi dalam keadaan duduk, kemudian baru Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ melakukan salam."


[5] Kemudian keadaan yang kelima yang wajib untuk sujud sahwi, apabila seseorang itu ragu di dalam raka'at shalatnya berapa dia telah melakukan shalat. Maka dalam keadaan ini dia wajib melakukan sujud Sahwi, setelah dia memilih raka'at yang paling sedikit yang dia yakini, kemudian dia menambahkan raka'at tersebut, kemudian dia baru melakukan sujud Sahwi.


Ini bila ragu, kalau seandainya dia yakin setelahnya, maka tidak perlu melakukan sujud Sahwi.


_Wallahu ta'ala a'lam bishshawab._


Semoga bermanfaat.


_Fa Jazaakumullah Khayran._


و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

WAKTU TERLARANG UNTUK SHALAT SUNNAH

 🔊 *MATERI 19 : WAKTU TERLARANG UNTUK SHALAT SUNNAH*


📆 Selasa, 30 Rabi'ul Akhir 1445 H/14 November 2023 M

👤 Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.

📗 Fiqih : Modul 02

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


_MADEENAH…_

_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Setelah kita membicarakan tentang shalat Witir, maka pada pasal yang ketujuh ini kita akan membicarakan tentang waktu-waktu terlarang untuk melakukan shalat sunnah (Nafilah).


Ada waktu-waktu dilarang untuk melakukan shalat tathawwu', kecuali yang dikecualikan. Yang dikecualikan di sini adalah shalat-shalat yang mempunyai sebab, misalnya shalat tahiyyatul masjid, shalat setelah wudhu, shalat jenazah.


Yang terlarang sebagaimana dijelaskan oleh para ulama adalah shalat-shalat muthlaq yang tidak ada sebabnya, maka waktu-waktu larangan ini berlaku.


Ada lima waktu terlarang yang disebutkan di sini


*Waktu Pertama* | Setelah shalat Subuh sampai terbit matahari, sebagaimana Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ sabdakan,


لاَ صَلاَةَ بَعْدَ صَلاَةِ الْفَجْرِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ‏


_"Tidak ada shalat setelah shalat Fajar sampai terbit matahari."_


Kecuali kalau dia belum shalat Subuh, maka diperbolehkan, atau sebagian juga menjelaskan bahwa kalau dia mengqadha shalat qabliyah Subuh, maka diperbolehkan.


Kemudian terbit matahari yang dimaksud di sini adalah tidak pas terbitnya matahari karena nanti akan menyerupai orang-orang yang menyembah matahari, sehingga hendaknya seseorang menunggu barang 10 atau 15 menit baru dia melakukan shalat sunnah Dhuha atau shalat sunnah yang lain.


*Waktu Kedua* | Dari setelah terbitnya matahari sampai matahari meninggi seukuran satu tombak menurut penglihatan (pandangan) mata seseorang. Artinya sekitar seperempat jam atau sekitar itu -sepuluh menit sampai seperempat jam- sebagaimana yang telah kita sebutkan pada waktu yang pertama.


Hendaknya setelah terbit matahari seseorang menunggu, karena ini termasuk waktu yang terlarang. Sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ kepada Amr ibnu Abasah,


صَلِّ صَلَاةَ الصُّبْحِ ثُمَّ أقصر عَن الصَّلَاة حَتَّى تَطْلُع الشَّمْسُ حَتَّى تَرْتَفِعَ


_"Shalat Subuhlah, kemudian cukupkan dengan shalat tersebut sampai terbitnya matahari dan sampai meningginya matahari (maksudnya seukuran satu tombak)....."_


Sehingga sekitar lima belas menit atau sepuluh menitan (setelah matahari terbit) baru diperbolehkan untuk melakukan shalat-shalat yang lain.


*Waktu Ketiga* | Ketika matahari tepat di atas kepala kita sampai matahari tergelincir dan masuk waktu shalat Zhuhur.


Mungkin diperkirakan sepuluh sampai lima belas menit sebelum waktu shalat Zhuhur.


*Waktu Keempat* | Dari shalat Ashar sampai tenggelamnya matahari atau sampai waktu Maghrib.


Sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_


لَا صَلَاةَ بَعْدَ اَلصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ اَلشَّمْسُ وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ اَلْعَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ اَلشَّمْسُ


_"Tidak ada shalat sesudah shalat Subuh sampai matahari terbit dan tidak ada shalat setelah shalat Ashar sampai tenggelamnya matahari."_


(Hadits riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim).


*Waktu Kelima* | Dimulai tenggelamnya matahari sampai benar-benar tenggelam walaupun ini sebenarnya bisa diikutkan pada poin yang sebelumnya.


Khulashah (خُلاَصَةٌ) atau intisarinya bahwa ada tiga waktu terlarang untuk shalat, di antaranya:


⑴ Dari (setelah) shalat Fajar sampai terbitnya matahari setinggi satu tombak.


⑵ Ketika matahari berada di tengah-tengah kita (tepat di atas kepala kita) sampai matahari tergelincir.


⑶ Dari (setelah) shalat Ashar sampai tenggelamnya matahari


Ini bisa kita ringkas dalam tiga waktu ini.


Apa hikmah larangan shalat pada waktu-waktu ini? Sebagaimana yang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ terangkan, bahwa ini menghindari dari tasyabuhnya (kepada) mereka (orang-orang) yang melakukan sesembahan kepada matahari baik ketika terbit matahari maupun ketika tenggelamnya matahari.


Sedangkan hikmah dari (larangan) ketika matahari tepat di atas kepala kita, sebagaimana yang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ (sabdakan) tentang 'ilah atau hikmah tersebut,


فإن حينئذٍ تُسْجَرُ جهنم


_"Pada waktu itu Neraka (Jahannam) sedang dibakar."_


Sehingga tidak diperkenankan untuk shalat-shalat tathawwu' atau shalat muthlaq pada waktu-waktu tersebut.


Kecuali bila ada sebab yang tadi kita sebutkan, misalnya ketika melakukan thawaf sehingga dia disunnahkan untuk melakukan shalat sunnah setelah thawaf, atau shalat-shalat yang mempunyai sebab-sebab yang diperbolehkan, atau dia tertinggal dengan shalat fardhu yang dia lupa atau tertidur dari shalat tersebut.


_Wallahu ta'ala a'lam bishshawab_


Semoga kita bisa menjaga apa yang Allah _Subhanahu Wa Ta'ala_ perintahkan dan apa yang Allah _Subhanahu Wa Ta'ala_ larang supaya tidak menjalankannya.


Semoga bermanfaat.


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

HUKUM DAN KEUTAMAAN SHALAT WITIR'

 🔊 *MATERI 18 : HUKUM DAN KEUTAMAAN SHALAT WITIR'*

📆 Senin, 29 Rabi'ul Akhir 1445 H/13 November 2023 M

👤 Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.

📗 Fiqih : Modul 02

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


_MADEENAH..._

_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله


Setelah kita membicarakan tentang shalat Rawatib. Maka pada pasal yang kelima ini kita akan membicarakan shalat Witir.


*Hukum Shalat Witir, Keutamaan, dan Waktunya*


Hukum shalat Sunnah Witir, mayoritas ulama mengatakan sunnah Mu'akkadah walaupun ada yang mengatakan hukumnya wajib.


Shalat sunnah Mu'akkadah (perintah) ini sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_,


إِنَّ اللَّهَ وَتْرٌ يُحِبُّ الْوَتْرَ


_"Sesungguhnya Allah itu Witir (Esa, ganjil, ahad) dan mencintai sesuatu yang ganjil."_


(Hadits riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim).


Dan Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ bersabda,


يَا أَهْل اَلْقُرْآنَ أوتروا فَإِنَّ اَللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ اَلْوِتْرَ


_"Wahai ahli Al-Qur'an (pemilik Al-Qur'an) yang biasa dengan Al-Qur'an, yang mencintai Al-Qur'an._


أوتروا


_Berwitirlah!_


_Karena sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala ganjil dan menyukai yang ganjil."_


(Hadits riwayat Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albaniy _rahimahullahu ta'ala_)


Kapan Shalat Witir?


Shalat Witir bisa dilakukan setelah shalat Isya sampai adzan Subuh tiba. Ini adalah pendapat mayoritas ulama sebagaimana yang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ lakukan dan arahkan.


Sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_,


صَلَاةُ اَلْوِتْر مَا بَيْنَ اَلْعِشَاءِ إِلَى طُلُوعِ اَلْفَجْرِ


_"Shalat Witir waktunya antara shalat Isya sampai terbitnya fajar atau adzan Subuh."_


(Hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albaniy _rahimahullahu ta'ala_).


Dan sedikit catatan di sini, bahwa shalat Witir yang dilakukan di akhir malam artinya shalat Witir ini dilakukan di akhir setelah dia tidak melakukan shalat malam.


Maka diletakkan shalat Witir.


Dilakukan shalat Witir setelah shalat-shalat yang lainnya.


Ini lebih afdhal daripada dilakukan di awal. Namun bila seseorang takut karena kesiangan dan sebagainya maka diperbolehkan untuk mengawalkan shalat Witir ini setelah dia melakukan shalat Isya .


Sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_,


مَنْ خَافَ أَنْ لاَ يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ


_"Bila seseorang takut kesiangan maka hendaknya ia melakukan witir di awal malam._


وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ


_Barangsiapa yang berkeinginan dan bisa untuk melakukan shalat malam maka hendaknya dia akhirkan witir ini di akhir malam._


فَإِنَّ صَلاَةَ آخِر اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ


_Karena shalat yang dilakukan di penghujung malam adalah yang disaksikan oleh para malaikat dan ini lebih utama."_


(Hadits riwayat Imam Muslim).


*Sifat shalat Witir dan jumlah raka'atnya.*


Shalat Witir paling sedikit dilakukan dengan satu raka'at sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Ibnu Umar dan Ibnu Abbas.


الْوَتْرُ رَكْعَةٌ مِنْ آخر اللَّيْل


_"Witir itu satu raka'at di penghujung (akhir) malam."_


(Hadits shahih riwayat Imam Muslim).


Boleh melakukan shalat Witir tiga raka'at sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits Aisyah,


"Bahwa Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ pernah melakukan shalat empat raka'at, maka kamu jangan bertanya tentang bagus dan panjang (lama) shalatnya, kemudian shalat empat raka'at, kamu jangan bertanya tentang bagus dan panjang (lama) shalatnya."


Kemudian di akhir hadits ini Aisyah menjelaskan,


ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا


"Kemudian Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ melakukan shalat Witir tiga raka'at."


(Hadits shahih riwayat Imam Muslim).


Shalat tiga raka'at ini boleh dilakukan dengan dua salam, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Umar, "Bahwa Rasulullah _shallallāhu 'alayhi wa sallam_ melakukan shalat Witir dengan dua salam."


(Hadits riwayat Imam Al-Bukhari).


Dan boleh pula dilakukan dengan satu (sekali) tasyahud dan satu salam, sebagaimana disebutkan di dalam hadits Aisyah,


كَانَ النَّبِيَّ ﷺ يُوتِرُ بِثَلَاثٍ لا يَقعُدُ إلا في آخِرهِنَّ


"Bahwa Nabi _shallallahu 'alayhi wa sallam_ melakukan shalat Witir sebanyak tiga raka'at, dan Beliau tidak duduk kecuali di akhir shalat tersebut."


(Hadits riwayat Imam An-Nasa'i dan Al-Hakim dengan sanad yang shahih).


Shalat Witir boleh dilakukan dengan tujuh atau lima raka'at tanpa duduk tahiyyat kecuali di raka'at terakhir, sebagaimana disebutkan di dalam hadits Aisyah _radhiyallahu ta'ala 'anha_.


Dan sebagaimana hadits dari Ummu Salamah _radhiyallahu 'anha_,


كانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُوتِرُ بِسَبْعٍ أَوْ بِخَمْسٍ وَلاَ يَفْصِلُ بَيْنَهُنَّ بِتَسْلِيمٍ ولا كَلَامٍ


"Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ pernah melakukan Shalat Witir dengan tujuh atau lima raka'at, di mana beliau tidak memisahkan di antaranya dengan salam maupun ucapan."


Artinya dengan satu salam dan satu duduk.


Shalat Witir paling banyak berapa raka'at?


Shalat Witir paling banyak 11 raka'at, sebagaimana dikatakan oleh Imam An-Nawawi _rahimahullah ta'ala_ dalam Kitab Al-Majmu', bahwa madzhab kami paling sedikitnya adalah satu raka'at dan paling banyak adalah sebelas raka'at.


Sedikit catatan dengan apa yang tadi telah kita bicarakan, bahwa seorang yang melakukan shalat Witir bila dia melakukan sebanyak tiga raka'at maka boleh dengan dua cara. Yaitu langsung dengan sekali tasyahud atau dengan dua kali tasyahud, dua raka'at salam kemudian satu raka'at salam.


Bagi seseorang yang melakukan shalat Witir sebanyak lima raka'at atau tujuh raka'at, maka hendaknya dia duduk dengan satu salam saja atau dengan sekali tasyahud di akhir raka'at.


Bila seseorang melakukan shalat Witir sebanyak sembilan raka'at maka boleh dilakukan dengan dua cara, yaitu langsung dengan sekali tasyahud satu kali salam atau dia bisa duduk pada raka'at yang ke delapan lalu melakukan tasyahud awal kemudian dia berdiri dan menyempurnakan raka'at yang kesembilan lalu salam.


Bila dia melakuan shalat Witir sebanyak sebelas raka'at, maka bisa dilakukan langsung dengan sekali salam (sekali tasyahud) atau duduk pada raka'at yang ke sepuluh kemudian setelah tasyahud dia berdiri melanjutkan raka'at yang ke sebelas lalu tasyahud akhir dan salam.


Ini beberapa cara yang disebutkan para ulama dengan sedikitnya jumlah raka'at pada shalat Witir dan juga paling banyaknya.


_Wallahu ta'ala a'lam bishshawab._


Semoga bermanfaat.


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

Jumat, 10 November 2023

SHALAT SUNNAH YANG DIANJURKAN BERJAMAAH DAN SHALAT RAWATIB

 🔊 *MATERI 17 : SHALAT SUNNAH YANG DIANJURKAN BERJAMAAH DAN SHALAT RAWATIB*


📆 Jum’at, 26 Rabi'ul Akhir 1445 H/10 November 2023

👤 Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.

📗 Fiqih : Modul 02

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


_MADEENAH…_

_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Masih pada bab yang kelima.


Pada pasal yang ketiga ini setelah kita membicarakan tentang macam-macam shalat tathawwu', maka pada pasal yang ketiga yang disebutkan di sini tentang shalat tathawwu' yang dilakukan dalam keadaan berjama'ah.


*Shalat Sunnah yang Dianjurkan Berjama'ah*


Disebutkan di sini bahwa shalat berjama'ah disunnahkan tidak pada semua shalat-shalat tathawwu', namun hanya disunnahkan pada beberapa shalat. Di antaranya ketika melakukan shalat tarawih, atau shalat istisqa', atau shalat kusuf. Ketiga shalat ini disunnahkan untuk dilakukan dalam keadaan berjama'ah.


Sedangkan yang lainnya tidak disunnahkan.


Walaupun dalam shalat malam misalnya, sesekali sebagaimana yang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ pernah lakukan, sesekali lakukan dengan melakukan shalat berjamaah.


Maka tiga shalat (shalat tarawih, istisqa', dan kusuf) inilah yang disunnahkam untuk dilakukan dalam keadaan berjama'ah.


*Jumlah Shalat Sunnah Rawatib*


Kemudian masuk pada pasal yang keempat tentang jumlah shalat Rawatib.


Shalat Rawatib yang dimaksud di sini adalah shalat yang mengikuti shalat Fardhu, dan ini dilakukan oleh Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ dalam keadaan terus menerus kecuali dalam beberapa keadaan, misalnya dalam keadaan safar.


Dalam keadaan safar Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ tidak melakukan shalat Rawatib kecuali pada Rawatib shalat Subuh.


Di antara faedah dari shalat Rawatib sebagaimana yang kita bicarakan pada sebelumnya adalah untuk menambal kekurangan-kekurangan yang ada pada shalat Fardhu.


Kemudian jumlah shalat sunnah Rawatib adalah sepuluh raka'at, ini yang disunnahkan dan sunnahnya ini adalah shalat sunnah mu'akkadah (sangat ditekankan untuk dilakukan). Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Ibnu Umar _radhiyallahu 'anhu_.


Beliau berkata,


حفظت عن رسول الله - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ركعتين قبل الظهر، وركعتين بعد الظهر، وركعتين بعد المغرب، وركعتين بعد العشاء، وركعتين قبل الغداة، كانت ساعة لا أدخل على النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فيها


"Bahwa aku menjaga atau mendapatkan dari Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ untuk terus dijaga shalat-shalat berikut ini: Dua raka'at sebelum Zhuhur, dua raka'at setelah Zhuhur, dua raka'at setelah Maghrib, dua raka'at setelah Isya', dan dua raka'at sebelum Subuh. Ini adalah waktu di mana aku (Ibnu Umar) tidak masuk menemui Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_."


(Hadits riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim).


Atau bisa dengan melakukan dua belas raka'at sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ yang lain, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Ummu Habibah _radhiyallahu ta'ala 'anha_ bahwa Rasulullah bersabda,


مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ فِي كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً إِلاَّ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا أَوْ إِلاَّ بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ


_"Tidaklah seorang hamba muslim shalat karena Allah pada setiap harinya sebanyak dua belas raka'at, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam Surga."_


Dua belas raka'at ini adalah sepuluh raka'at yang disebutkan dalam hadits Ibnu Umar, kemudian ditambah dua raka'at sebelum shalat Zhuhur.


Artinya pada hadits Ummu Habibah disebutkan,


أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا


_"Empat raka'at sebelum Zhuhur dan dua raka'at setelah Zhuhur."_


Artinya dua raka'at tambahan dari sepuluh raka'at yang disebutkan di dalam hadits Ibnu Umar adalah dua raka'at sebelum Zhuhur. Artinya shalat Nafilah (shalat Rawatib) yang dilakukan sebelum Zhuhur bisa dilakukan dengan dua raka'at atau empat raka'at bila memungkinkan.


Dan yang lebih ditekankan tentunya adalah shalat sunnah dua raka'at sebelum Subuh sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_,


رَكْعَتَا اَلْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ اَلدُّنْيَا وَمَا فِيهَا


_"Dua raka'at sebelum Subuh lebih baik daripada dunia dan isinya."_


(Hadits riwayat Imam Muslim).


Bahkan Aisyah mengatakan, "Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ Tidaklah  meninggalkan shalat dua raka'at sebelum Subuh."


Kita berharap, kita berusaha untuk menjaga hal ini, supaya Allah _Subhanahu wa Ta'ala_ memberikan apa yang telah dijanjikan-Nya melalui lisan Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ dengan mendapatkan rumah di dalam Surga Allah _Subhanahu wa Ta'ala_.


Semoga Allah mudahkan.


_Fa Jazaakumullah Khayran atas perhatiannya._


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

Kamis, 09 November 2023

SUDAHKAH SHALATMU* *SESUAI TUNTUNAN* *NABI* _Shallallahu 'alaihi wa sallam_

 ```Shalat memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Dia adalah tiang agama juga batas pemisah antara keislaman dengan kekufuran dan kemunafikan. Oleh karena itu, Rasulullah memberikan perhatian ekstra terhadap masalah shalat. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh pelaksanaannya secara detail, dari awal sampai akhir, dari takbir sampai salam.```


```Ini semua menunjukkan pentingnya shalat dalam Islam. Harusnya ini sudah cukup sebagai motivasi bagi kita, kaum Muslimin untuk selalu bersemangat dalam melaksanakan shalat dengan baik dan benar sesuai tata cara Nabi Muhammad  Shallallahu ‘alaihi wa sallam…```


Insya Allah pada kesempatan kali ini Masjid An-Naafi mengadakan Dauroh Fiqih Shalat yang berjudul:


🍃 *SUDAHKAH SHALATMU*

*SESUAI TUNTUNAN*

*NABI* _Shallallahu 'alaihi wa sallam_


Insyaallah bersama:


Ustadz *Yusuf Abu Ubaidah As-Sidawi* _hafizhahullah_


*Sabtu Pagi,* 27 Rabi’ul Akhir 1445H

atau  11 November 2023,

Pukul 08.00 WIB s.d menjelang Ashar


Bertempat di *Masjid An-Naafi',* J

SHALAT SUNNAH TATHAWWU

 🔊 *MATERI 16 : SHALAT TATHAWWU'*


📆 Kamis, 25 Rabi'ul Akhir 1445 H/09 November 2023 M

👤 Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.

📗 Fiqih : Modul 02

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


_MADEENAH…_

_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله


Setelah pada bab yang keempat kita membicarakan tentang pengertian, syarat sampai kepada hukum bagi orang yang meninggalkan shalat. Maka kita menginjak kepada bab yang kelima tentang shalat Tathawwu'.


*Shalat Tathawwu'*


Apa yang dimaksud dengan shalat Tathawu'?


Shalat Tathawwu' adalah shalat sunnah dan itu bukan shalat wajib.


Kemudian kita akan membicarakan beberapa masail (pasal) di dalam bab ini. Antara lain tentang keutamaan shalat tathawwu' dan hikmah disyari'atkannya shalat tathawwu'.


*Keutamaan Shalat Tathawwu'*


Shalat ini adalah sesuatu yang paling mulia (utama) di dalam seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah, setelah jihad di jalan Allah _Subhanahu wa Ta'ala_. Karena Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ sering kali melakukan shalat Tathawwu' ini untuk mendekatkan dirinya kepada Allah _Subhanahu wa Ta'ala_.


Sebagaimana yang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ sabdakan didalam hadits yang driwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Beliau bersabda,


إن الله تعالى قال:


_"Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata di dalam hadits qudsi,_


مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَـيَّ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ........


Di dalam potongan yang terakhir ini, Allah _Subhanahu wa Ta'ala_ setelah menjelaskan bahwa hal yang terbaik di dalam mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan menjalankan kewajiban.


Kemudian Allah katakan,


_"Dan tetaplah seorang hamba itu mendekat kepada Allah Subhanahu wa  Ta'ala dengan melakukan hal-hal yang tathawwu' atau yang nafilah maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akhirnya akan mencintai hamba tersebut."_


Hal ini menunjukkan tentang keutamaan hal-hal sunnah yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan terutama di dalam menjalankan shalat sunnah.


Kemudian yang kedua berkaitan dengan hikmah disyari'atkannya shalat sunnah atau shalat tathawwu'


*Hikmah disyari'atkannya Shalat Sunnah*


Shalat sunnah bagi seorang hamba berfungsi untuk menambal sesuatu yang kurang dari kewajiban shalat yang lainnya.


Karena rahmat Allah _Subhanahu wa Ta'ala_ kepada hambanya, maka Allah _Subhanahu wa Ta'ala_ menawarkan dan memerintahkan supaya hamba melakukan hal yang disunnahkan untuk menambah keimanannya dan mengangkat derajatnya. Sehingga apabila ada kekurangan di dalam shalat yang dilakukan dari shalat wajib, maka dengan shalat sunnah ini diharapkan bisa menambal kekurangannya.


Sebagaimana yang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ sabdakan di dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, An-Nassai dan dihasankan oleh Imam Al-Baghawi dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albaniy _rahimahullahu ta'ala_.


Rasulullah bersabda,


إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الصَّلاَةُ الْمَكْتُوبَةُ


_”Sesungguhnya shalat adalah yang pertama kali dihisab bagi seorang hamba pada hari Kiamat. Maka,_


فَإِنْ أَتَمَّهَا، وَإِلاَّ قِيلَ:


_Apabila dia menyempurnakan shalatnya maka alhamdulillah, bila tidak maka dikatakan kepadanya,


انْظُرُوا هَلْ لَهُ مِنْ تَطَوُّعٍ؟


_’Lihatlah dengan apa yang dilakukan dari shalat-shalat sunnahnya?’_


فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ أُكْمِلَتِ الْفَرِيضَةُ مِنْ تَطَوُّعِهِ.


_Apabila dia mempunyai shalat sunnah maka akan disempurnakan dengan shalat sunnahnya (kekurangan yang ada di shalay wajib)._


ثُمَّ يُفْعَلُ بِسَائِرِ الأَعْمَالِ الْمَفْرُوضَةِ مِثْلُ ذَلِكَ


_Begitu pula dilakukan penghisaban ini pada seluruh amalan-amal wajib yang lainnya.”_


Sehingga dengan shalat sunnah tathawwu' ini dan hal-hal sunnah yang lainnya akan bisa menambal hal-hal yang kurang dari kewajiban-kewajiban yang dilakukan oleh seorang hamba.


*Macam-macam Shalat Sunnah Tathawwu'*


Kemudian pada pasal yang kedua membicarakan tentang macam-macam shalat sunnah Tathawwu'.


Bahwa shalat Tathawwu' ini ada dua macam,


⑴ Shalat-shalat mu'aqqatah


النوع الأول: صلوات مؤقتة بأوقات معينة


Bahwa shalat-shalat ini diatur waktunya, ada keterkaitan dengan waktu-waktu yang ada. Semisal shalat sunnah rawatib, shalat sunnah witir, shalat dhuha, shalat kusuf, shalat istisqa', shalat tarawih, dan sebagainya.


Dari hal-hal yang berkaitan dengan waktu yang ada.


⑵ صلوات غير مؤقتة بأوقات معينة، وتسمى بالنوافل المطلقة.


Shalat-shalat yang tidak diatur waktunya atau shalat ini disebut dengan shalat muthlaq atau nawaafil muthlaqah. Shalat sunnah muthlaq yang setiap hamba bisa melakukan shalat kapanpun, di manapun, selama tidak dilakukan di waktu-waktu yang diharamkan oleh Allah _Subhanahu wa Ta'ala_.


Semisal: setelah shalat Ashar, setelah shalat Subuh, ketika waktu matahari di tengah-tengah dan belum tergelincir, ini waktu terlarang dan tidak diperkenankan untuk seseorang melakukan shalat sunnah mutlaq.


Karena rahmat Allah _Subhanahu wa Ta'ala_ memberikan peluang kepada hamba untuk melakukan shalat yang dia kehendaki sewaktu-waktu.


_Wallahu ta'ala a'lam bishshawab._


Semoga bermanfaat.


و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

Selasa, 07 November 2023

SUNNAH DAN PEMBATAL SHALAT

 🔊 *MATERI 14 : SUNNAH DAN PEMBATAL SHALAT*


📆 Selasa, 23 Rabi'ul Akhir 1445 H/7 November 2023 M

👤 Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.

📗 Fiqih - Modul 02

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


_MADEENAH..._

_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Masih di dalam Kitabu Ash-Shalah (كتاب الصلاة).


Setelah kita mempelajari tentang hal-hal yang diwajibkan ketika kita melakukan shalat, maka pada pasal yang keenam ini kita akan mempelajari tentang sunnah-sunnah Shalat.


Ada dua macam sunnah Shalat;


⑴ Sunnah-sunnah yang berupa amalan.

⑵ Sunnah-sunnah yang berupa perkataan.


Di antara sunnah-sunnah yang berupa amaliyah, misalnya; dengan kita mengangkat kedua tangan kita, baik dalam keadaan kita melakukan takbiratul ihram atau takbiratul intiqal, ini adalah sunnah. Atau ketika kita rukuk, atau ketika kita mengangkat rukuk (bangkit dari rukuk) dan sebagainya.


Kemudian di antara sunnah atau amaliyah yang lainnya adalah dengan meletakkan tangan (kanan) kita di atas tangan kiri dan menjadikannya atau meletakkan di atas dada ketika berdiri, ini adalah sunnah.


Kemudian mengarahkan pandangan kita di tempat sujud itu adalah sunnah, atau merenggangkan kedua kaki kita ketika kita berdiri ini (juga) adalah sunnah.


Kemudian di antara sunnah yang lainnya adalah menggenggam kedua lutut kita dengan dua tangan kita kemudian dengan merenggangkan jari-jari jemari kita (ketika ruku’) ini adalah sunnah atau meluruskan punggung kita ini (juga) adalah sunnah.


Kemudian meluruskan punggung ketika rukuk kemudian kepala kita pun lurus dengan punggung kita ini adalah sunnah.


Ini adalah sunnah-sunnah af'al (أفعال) atau sunnah-sunnah yang berupa amaliyah atau perbuatan.


Sedangkan sunnah-sunnah yang berupa perkataan di antaranya adalah dengan membaca doa istiftah, atau membaca bismillah, atau dengan kita membaca ta'awwudz, atau kita mengatakan Aamiin (آمِين), atau membaca surat setelah Al-Fatihah ini adalah sunnah, atau membaca atau menambahkan bacaan setelah tasbih di dalam rukuk dan sujud ini adalah sunnah atau membaca doa setelah tasyahud sebelum salam ini adalah sunnah.


Dan sunnah-sunnah lainnya yang diajarkan oleh Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam,_ yang itu bukan berupa makruh atau bukan hal yang wajib atau rukun, maka hal yang kita dapatkan dari dalil-dalil yang itu adalah sunnah shalat secara umum yang telah kita sebutkan sebelum ini.


Kemudian pada pasal ketujuh kita akan mempelajari tentang hal-hal yang bisa membatalkan shalat kita.


Di antara lain yang bisa membatalkan shalat adalah:


⑴ Apa-apa yang membatalkan thaharah kita, misalnya kentut, kencing atau sebagainya maka akan bisa membatalkan shalat.


⑵ Tertawa dengan suara yang keras (الضحك بصوت) maka ini bisa membatalkan shalat kita.


⑶ Berbicara dengan sengaja padahal itu bukan bacaan-bacaan shalat tanpa ada keperluannya, maka ini adalah pembatal shalat.


⑷ Lewatnya wanita yang sudah baligh atau dilewati oleh الحِمَارُ (keledai) atau dilewati oleh anjing yang berwarna hitam melewati ditempat sujud kita, maka ini adalah pembatal shalat. Sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.


فَإِنَّهُ يَقْطَعُ صَلاَتَهُ الْحِمَارُ وَالْمَرْأَةُ وَالْكَلْبُ الأَسْوَدُ


_"Maka sesungguhnya akan dapat memotong atau membatalkan shalatnya apabila ada himar (keledai), wanita dan anjing hitam."_


⑸ Terbukanya aurat dalam keadaan sengaja (كشف العورة عمداً) artinya dia sengaja membuka auratnya, maka pada waktu itu dia telah membatalkan shalatnya.


⑹ Dia berpaling atau memalingkan dari kiblat atau membelakangi kiblat (استدبار القبلة).


⑺ اتصال النجاسة بالمصلي Terkenanya najis pada orang yang melakukan shalat, padahal dia mengetahui. Apabila dia mengetahui ada najis pada saat itu kemudian dia menanggalkannya (menghilangkannya), maka shalatnya sah. Namun ketika dia ingat (tahu) dan tetap melakukan shalat dalam keadaan ada najis menempel di dalam tubuhnya atau bajunya, maka tidak diperkenankan, akan membatalkan shalatnya.


⑻ Meninggalkan rukun dari rukun-rukun yang ada atau syarat dari syarat-syarat yang ada dalam keadaan sengaja tanpa udzur, maka meninggalkan rukun dan syarat ini bisa membatalkan shalatnya.


⑼ Melakukan amalan yang tidak diajarkan di dalam shalat yang terlalu banyak, maka ini bisa membatalkan shalatnya. Masuk di dalamnya adalah makan dan minum dengan sengaja.


⑽ الاستناد لغير عذر Dia menyandarkan tubuhnya tanpa ada udzur, padahal (قِيَامٌ) berdiri adalah syarat dari sahnya shalat. Maka bila dia melakukannya maka bisa membatalkan shalatnya.


⑾ Menambahkan amalan rukun dengan sengaja, misalnya dia menambah rukuk atau sujudnya. Maka ini bisa membatalkan shalatnya, karena dia telah menyelisihi dari apa yang diajarkan oleh Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_.


⑿ Sengaja untuk mendahulukan rukun-rukun yang ada, misalnya dia mendahulukan rukuk sebelum membaca Al-Fatihah atau sebelum takbiratul ihram dan seterusnya.


⒀ تعمُّد السلام قبل إتمامها Sengaja melakukan salam padahal belum sempurna shalatnya, masih ada rukun, kewajiban, atau sunnah-sunnah lain yang perlu dilakukan. Bila dia melakukan salam sebelum menyempurnakan ini, maka dia telah membatalkan shalatnya.


⒁ Sengaja mengubah makna dari bacaan-bacaan yang ada, misalnya dia menyengaja mengubah bacaan surat Al-Fatihah atau menjadikan bacaan Al-Fatihahnya berbeda dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ dalam rukun ini. Maka ini bisa membatalkan shalatnya.


⒂ فسخ النية بالتردد بالفسخ Dia membatalkan shalatnya baik dengan keadaan ragu-ragu ataupun dia bertekad untuk membatalkan shalatnya, membatalkan niat untuk melakukan shalat atau meneruskan shalat, ini bagian dari pembatal shalat.


_Wallahu ta'ala a'lam bishshawab._


Semoga Allah _Subhanahu wa Ta'alaa_ menjaga shalat kita dari hal-hal yang bisa membatalkan shalat kita, sehingga kita bisa jalankan shalat dalam keadaan baik.


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

Senin, 06 November 2023

MATERI 13 : KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SHALAT

 🔊 *MATERI 13 : KEWAJIBAN-🔊 *MATERI 13 : KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SHALAT*


📆 Senin, 22 Rabi'ul Akhir 1445 H/06 November 2023 M

👤 Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.

📗 Fiqih : Modul 02

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


_MADEENAH..._

_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Para hamba Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang berbahagia.


Setelah kita mempelajari tentang rukun shalat, maka pada pasal yang kelima ini, kita akan mempelajari tentang hal-hal yang diwajibkan di dalam kita melakukan shalat.


▪ *Kewajiban-kewajiban Shalat*


Ada 8 (delapan) kewajiban yang harus kita perhatikan.


Ada perbedaan antara hal yang wajib dengan rukun shalat.


Kalau rukun, maka itu tidak bisa digantikan. Seandainya rukun-rukun yang ada itu kita tinggalkan maka harus diganti (didatangkan kembali) artinya harus ditambah raka'atnya. Ketika misalnya seorang lupa di dalam membaca Al-Fatihah dan dia teringat sebelum dia selesai. 


Maka tidak bisa hanya digantikan dengan sujud sahwi, dia harus menambah satu raka'at lagi, karena rukun shalat telah dia tinggalkan.


Namun berbeda dengan amalan-amalan wajib ini yang akan kita pelajari. Kalau amalan-amalan wajib kita tinggalkan misalnya karena kelupaan, maka tidak perlu kita menambah satu raka'at lagi. Cukup kita melakukan sujud sahwi, maka Insyaallah itu sudah bisa menambal kewajiban yang telah kita tinggalkan.


Karenanya kita harus perhatian mana yang rukun dan mana hal yang wajib.


Ada 8 (delapan) kewajiban yang harus kita perhatikan ketika kita melakukan shalat.


١ - جميع التكبيرات غير تكبيرة الإحرام،


⑴ Bahwa seluruh takbir selain takbiratul ihram hukumnya wajib. Ini yang disebut dengan Takbiratu al-Intiqaal (تكبير الانتقال) artinya takbir perpindahan.


Takbir perpindahan antara gerakan satu kepada gerakan yang lainnya. Dan ini sebagaimana yang telah Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam lakukan terus menerus sampai meninggalnya Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam, Rasulullah melakukan ini, menunjukkan bahwa ini adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh seorang hamba ketika melakukan shalat.


٢ - قول: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ


⑵ Perkataan, "سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ" bagi imam dan bagi seorang yang shalat sendirian.


Sebagaimana hadits dari Abu Hurairah,


كانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُكَبِّرُ حِينَ يَقُومُ إِلَى الصَّلاَة


_"Rasulullah bertakbir ketika dia tegak di dalam melakukan shalat"._


ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْكَعُ


Kemudian dia bertakbir ketika dia akan rukuk.


Kemudian dia mengatakan, سَمِعَ اللَّهُ لَمِنْ حَمِدَهُ‏. Dia mengatakan سَمِعَ اللَّهُ لَمِنْ حَمِدَهُ‏ ketika dia mengangkat tubuhnya dari rukuk tersebut.


Kemudian dia mengatakan saat berdiri (i’tidal) dengan mengatakan, رَبَّنَا ولَكَ الْحَمْدُ. (HR Muslim no. 293)


⑶ Kemudian mengatakan رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ ini menjadi hal yang wajib yang ketiga khusus untuk si makmum. Adapun imam dan munfarid maka disunnahkan baginya untuk menggabungkan dua hal ini dan mengatakan, سَمِعَ اللَّهُ لَمِنْ حَمِدَهُ‏ kemudian رَبَّنَا و لَكَ الْحَمْدُ.


Bagi imam dan dalam keadaan shalat sendiri (munfarid), maka رَبَّنَا و لَكَ الْحَمْدُ nya ini adalah sunnah, namun bagi makmum ini adalah kewajiban.


Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam dalam hadits Abu Musa, di mana di dalamnya dikatakan,


وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ‏.‏ فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ


"Apabila imam mengatakan, سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ, maka


فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ


Maka bacalah, رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ."


(Hadits riwayat Muslim no. 404 dan Ahmad 4/399)


Kemudian kewajiban yang keempat,


⑷ Dengan mengatakan "سُبْـحانَ رَبِّـيَ الْعَظـيم" cukup sekali ketika dalam keadaan rukuk.


⑸ Perkataan "سُبْـحانَ رَبِّـيَ الأَعْلـى", bacaan "سُبْـحانَ رَبِّـيَ الأَعْلـى" walaupun itu hanya sekali dalam keadaan sujud, hal ini sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadits Hudzaifah, كان maksudnya Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam adalah ketika dalam rukuknya Rasulullah membaca سُبْـحانَ رَبِّـيَ الْعَظـيم. Kemudian di dalam sujudnya Beliau shallallahu 'alayhi wa sallam mengatakan, "سُبْـحانَ رَبِّـيَ الأَعْلـى".


Namun disunnahkan untuk menambahnya sampai tiga kali, (namun) yang wajib adalah sekali. yang Disunnahkan diulang sebanyak tiga kali.


⑹ Perkataan "رَبِّ اغْفِـرْ لي" di antara dua sujud.

Ketika duduk di antara dua sujud maka membaca minimalnya "رَبِّ اغْفِـرْ لي" atau bacaan yang lain yang Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam ajarkan, maka hendaknya dilakukan.


Sebagaimana yang Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam katakan di dalam hadits Hudzaifah, di mana Rasulullah membaca di antara dua sujud itu dengan mengatakan,


رَبِّ اغْفِـرْ لي .... رَبِّ اغْفِـرْ لي


٧- التشهد الأول


⑺ Tasyahud awal adalah kewajiban, kecuali dia mengikuti imam yang lupa, artinya (pada kondisi ini) dia harus mengikuti posisi imam, dia (imam) dalam kondisi berdiri maka makmum harus berdiri. namun secara umum tasyahud awal adalah kewajiban.


Ketika seseorang lupa dengan tasyahud ini, maka sebagaimana kewajiban yang lain dia ganti dengan sujud sahwi.


Yang dimaksud tasyahud awal adalah ketika seorang duduk dan membaca,


التَّحِيّـاتُ للهِ وَالصَّلَـواتُ والطَّيِّـبات ، السَّلامُ عَلَيـكَ أَيُّهـا النَّبِـيُّ وَرَحْمَـةُ اللهِ وَبَرَكـاتُه ، السَّلامُ عَلَيْـناوَعَلـى عِبـادِ للهِ الصَّـالِحـين . أَشْـهَدُ أَنْ لا إِلـهَ إِلاّ الله ، وَأَشْـهَدُ أَنَّ مُحَمّـداً عَبْـدُهُ وَرَسـولُه


Ini tasyahud awal.


Kemudian yang ke-8, hal yang wajib untuk dilakukan ketika shalat adalah,


٨ - الجلوس له


⑻ Duduk ketika tasyahud awal.

Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Mas'ud yang diriwayatkan secara marfu' di mana dikatakan,


إِذَا قَعَدْتُمْ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَقُولُوا التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ


"Apabila kamu dalam keadaan duduk di dalam setiap dua raka'at, maka bacalah التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ." (HR Ahmad no. 1/437).


Dengan ini kita telah memahami dan harus kita hafalkan wajib-wajib shalat ini, sehingga jika kita terlupa antara wajib dan rukun maka kita bisa melakukan apa yang perlu untuk kita lakukan.


Apakah harus menambah raka'at berikutnya karena meninggalkan rukun atau cukup dengan melakukan sujud sahwi ketika kita meninggalkan hal-hal yang wajib yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada kita.


Maka dengan ini, yang telah dijelaskan oleh para ulama-ulama kita, maka kita mencoba untuk lebih memahami di dalam masalah rukun dan kewajiban shalat ini.


Wallahu ta'ala a'lam bishshawab.


Semoga bermanfaat.


و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈• SHALAT*


📆 Senin, 22 Rabi'ul Akhir 1445 H/06 November 2023 M

👤 Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.

📗 Fiqih : Modul 02

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


_MADEENAH..._

_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Para hamba Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang berbahagia.


Setelah kita mempelajari tentang rukun shalat, maka pada pasal yang kelima ini, kita akan mempelajari tentang hal-hal yang diwajibkan di dalam kita melakukan shalat.


▪ *Kewajiban-kewajiban Shalat*


Ada 8 (delapan) kewajiban yang harus kita perhatikan.


Ada perbedaan antara hal yang wajib dengan rukun shalat.


Kalau rukun, maka itu tidak bisa digantikan. Seandainya rukun-rukun yang ada itu kita tinggalkan maka harus diganti (didatangkan kembali) artinya harus ditambah raka'atnya. Ketika misalnya seorang lupa di dalam membaca Al-Fatihah dan dia teringat sebelum dia selesai. 


Maka tidak bisa hanya digantikan dengan sujud sahwi, dia harus menambah satu raka'at lagi, karena rukun shalat telah dia tinggalkan.


Namun berbeda dengan amalan-amalan wajib ini yang akan kita pelajari. Kalau amalan-amalan wajib kita tinggalkan misalnya karena kelupaan, maka tidak perlu kita menambah satu raka'at lagi. Cukup kita melakukan sujud sahwi, maka Insyaallah itu sudah bisa menambal kewajiban yang telah kita tinggalkan.


Karenanya kita harus perhatian mana yang rukun dan mana hal yang wajib.


Ada 8 (delapan) kewajiban yang harus kita perhatikan ketika kita melakukan shalat.


١ - جميع التكبيرات غير تكبيرة الإحرام،


⑴ Bahwa seluruh takbir selain takbiratul ihram hukumnya wajib. Ini yang disebut dengan Takbiratu al-Intiqaal (تكبير الانتقال) artinya takbir perpindahan.


Takbir perpindahan antara gerakan satu kepada gerakan yang lainnya. Dan ini sebagaimana yang telah Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam lakukan terus menerus sampai meninggalnya Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam, Rasulullah melakukan ini, menunjukkan bahwa ini adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh seorang hamba ketika melakukan shalat.


٢ - قول: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ


⑵ Perkataan, "سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ" bagi imam dan bagi seorang yang shalat sendirian.


Sebagaimana hadits dari Abu Hurairah,


كانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُكَبِّرُ حِينَ يَقُومُ إِلَى الصَّلاَة


_"Rasulullah bertakbir ketika dia tegak di dalam melakukan shalat"._


ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْكَعُ


Kemudian dia bertakbir ketika dia akan rukuk.


Kemudian dia mengatakan, سَمِعَ اللَّهُ لَمِنْ حَمِدَهُ‏. Dia mengatakan سَمِعَ اللَّهُ لَمِنْ حَمِدَهُ‏ ketika dia mengangkat tubuhnya dari rukuk tersebut.


Kemudian dia mengatakan saat berdiri (i’tidal) dengan mengatakan, رَبَّنَا ولَكَ الْحَمْدُ. (HR Muslim no. 293)


⑶ Kemudian mengatakan رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ ini menjadi hal yang wajib yang ketiga khusus untuk si makmum. Adapun imam dan munfarid maka disunnahkan baginya untuk menggabungkan dua hal ini dan mengatakan, سَمِعَ اللَّهُ لَمِنْ حَمِدَهُ‏ kemudian رَبَّنَا و لَكَ الْحَمْدُ.


Bagi imam dan dalam keadaan shalat sendiri (munfarid), maka رَبَّنَا و لَكَ الْحَمْدُ nya ini adalah sunnah, namun bagi makmum ini adalah kewajiban.


Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam dalam hadits Abu Musa, di mana di dalamnya dikatakan,


وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ‏.‏ فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ


"Apabila imam mengatakan, سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ, maka


فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ


Maka bacalah, رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ."


(Hadits riwayat Muslim no. 404 dan Ahmad 4/399)


Kemudian kewajiban yang keempat,


⑷ Dengan mengatakan "سُبْـحانَ رَبِّـيَ الْعَظـيم" cukup sekali ketika dalam keadaan rukuk.


⑸ Perkataan "سُبْـحانَ رَبِّـيَ الأَعْلـى", bacaan "سُبْـحانَ رَبِّـيَ الأَعْلـى" walaupun itu hanya sekali dalam keadaan sujud, hal ini sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadits Hudzaifah, كان maksudnya Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam adalah ketika dalam rukuknya Rasulullah membaca سُبْـحانَ رَبِّـيَ الْعَظـيم. Kemudian di dalam sujudnya Beliau shallallahu 'alayhi wa sallam mengatakan, "سُبْـحانَ رَبِّـيَ الأَعْلـى".


Namun disunnahkan untuk menambahnya sampai tiga kali, (namun) yang wajib adalah sekali. yang Disunnahkan diulang sebanyak tiga kali.


⑹ Perkataan "رَبِّ اغْفِـرْ لي" di antara dua sujud.

Ketika duduk di antara dua sujud maka membaca minimalnya "رَبِّ اغْفِـرْ لي" atau bacaan yang lain yang Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam ajarkan, maka hendaknya dilakukan.


Sebagaimana yang Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam katakan di dalam hadits Hudzaifah, di mana Rasulullah membaca di antara dua sujud itu dengan mengatakan,


رَبِّ اغْفِـرْ لي .... رَبِّ اغْفِـرْ لي


٧- التشهد الأول


⑺ Tasyahud awal adalah kewajiban, kecuali dia mengikuti imam yang lupa, artinya (pada kondisi ini) dia harus mengikuti posisi imam, dia (imam) dalam kondisi berdiri maka makmum harus berdiri. namun secara umum tasyahud awal adalah kewajiban.


Ketika seseorang lupa dengan tasyahud ini, maka sebagaimana kewajiban yang lain dia ganti dengan sujud sahwi.


Yang dimaksud tasyahud awal adalah ketika seorang duduk dan membaca,


التَّحِيّـاتُ للهِ وَالصَّلَـواتُ والطَّيِّـبات ، السَّلامُ عَلَيـكَ أَيُّهـا النَّبِـيُّ وَرَحْمَـةُ اللهِ وَبَرَكـاتُه ، السَّلامُ عَلَيْـناوَعَلـى عِبـادِ للهِ الصَّـالِحـين . أَشْـهَدُ أَنْ لا إِلـهَ إِلاّ الله ، وَأَشْـهَدُ أَنَّ مُحَمّـداً عَبْـدُهُ وَرَسـولُه


Ini tasyahud awal.


Kemudian yang ke-8, hal yang wajib untuk dilakukan ketika shalat adalah,


٨ - الجلوس له


⑻ Duduk ketika tasyahud awal.

Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Mas'ud yang diriwayatkan secara marfu' di mana dikatakan,


إِذَا قَعَدْتُمْ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَقُولُوا التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ


"Apabila kamu dalam keadaan duduk di dalam setiap dua raka'at, maka bacalah التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ." (HR Ahmad no. 1/437).


Dengan ini kita telah memahami dan harus kita hafalkan wajib-wajib shalat ini, sehingga jika kita terlupa antara wajib dan rukun maka kita bisa melakukan apa yang perlu untuk kita lakukan.


Apakah harus menambah raka'at berikutnya karena meninggalkan rukun atau cukup dengan melakukan sujud sahwi ketika kita meninggalkan hal-hal yang wajib yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada kita.


Maka dengan ini, yang telah dijelaskan oleh para ulama-ulama kita, maka kita mencoba untuk lebih memahami di dalam masalah rukun dan kewajiban shalat ini.


Wallahu ta'ala a'lam bishshawab.


Semoga bermanfaat.


و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

Jumat, 03 November 2023

RUKUN-RUKUN SHALAT Bag. 02

 🔊 *MATERI 12 : RUKUN-RUKUN SHALAT Bag. 02*


📆 Jum’at, 19 Rabi'ul Akhir 1445 H/3 November 2023 M

👤 Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.

📗 Fiqih : Modul 02

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


_MADEENAH..._

_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Kemudian rukun yang kelima dan keenam adalah:


٥،٦ - الرفع من الركوع والاعتدال منه قائماً


⑸ dan ⑹ Mengangkat tubuhnya dari rukuk kemudian i'tidal.


Dia mengangkat (tubuhnya) kemudian dia berdiri tegak lurus setelah rukuk, sebagaimana yang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ sabdakan,


وَارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا , ثُمَّ اِرْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا


_"Maka setelah sempurna rukuknya kemudian angkatlah dan berdirilah (ber'itidallah).”_ Maka ini yang harus dilakukan.


Ini adalah bagian dari rukun yang kita pelajari.


٧ - السجود


⑺ Sujud sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_,


ثُمَّ اُسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا


_"Kemudian sujudlah sampai benar-benar kamu dalam keadaan sujud."_


Dengan meletakkan tujuh anggota badan yang ada, di antaranya adalah jabhah (جَبْهَة) artinya kening dan masuk di dalamnya hidung, kemudian kedua (telapak) tangan kita, kemudian kedua lutut kita, kemudian ujung dari jari jemari yang ada di telapak kaki kita.


Dengan meletakkan tujuh anggota badan ini, artinya ini yang menjadi perintah. Kita diperintahkan untuk melakukan sujud dengan tujuh anggota badan kita.


٨، ٩ - الرفع من السجود والجلوس بين السجدتين


⑻ dan ⑼ Mengangkat dari sujud dan duduk di antara dua sujud, ini bagian dari rukun.


Sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_,


ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا


_"Kemudian angkatlah dari sujud (bangun) dan kamu duduk dalam keadaan tenang (sempurna)."_


١٠ - الطمأنينة في جميع الأركان


⑽ Dengan rukun-rukun yang tadi kita sebutkan, maka dia harus dalam keadaan thuma'ninah .


Thuma'ninah dalam artian di sini adalah As-Sukuun (السُكُوْنُ) artinya tenang, sempurna di dalam melakukannya.


Misalnya, ketika dia mengangkat tubuhnya dari rukuk maka benar-benar dia dalam keadaan berdiri. Jangan sampai belum berdiri sempurna kemudian dia langsung sujud. Maka ini dikatakan dia tidak ada thuma'ninah. Maka apabila dia tinggalkan dalam keadaan sengaja, dia mengetahuinya. Maka shalatnya tidak sah.


١١ - التشهد الأخير


⑾ Tasyahud akhir


Sebagaimana yang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ sabdakan


لاَ تَقُولُوا السَّلاَمُ عَلَى اللَّهِ وَلَكِنْ قُولُوا التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ


_"Janganlah kamu mengatakan السَّلاَمُ عَلَى اللَّهِ namun katakanlah التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ."_


Ini yang dibaca ketika tasyahud akhir.


١٢ - الجلوس للتشهد الأخير


⑿ Duduk ketika melakukan tasyahud akhir


Sebagaimana yang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ lakukan dan Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ terus menerus lakukan.


Ini menunjukkan bahwa ini harus ada ketika kita melakukan shalat, sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_,


صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي


_"Maka shalatlah kalian sebagaimana aku melakukan shalat."_ (HR. Bukhari no. 631).


١٣ - التسليم


⒀ Taslim


Sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_,


وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيم


_"Dan dihalalkannya kembali setelah diharamkan dengan takbir kemudian ditutup dengan menggunakan taslim atau salam."_ (HR. Abu Dawud no. 61).


Dengan mengatakan السلام عليكم ورحمة الله (sambil menoleh ke kanan), kemudian ke kiri dengan mengatakan السلام عليكم ورحمة الله.


١٤ - ترتيب الأركان على ما تقدَّم بيانه


⒁ Tertib di dalam menjalankan rukun-rukun yang ada sebagaimana yang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ ajarkan. Karenanya Rasulullah _shallallāhu 'alayhi wa sallam_ mengatakan,


صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي


_"Shalatlah kalian sebagaimana aku melakukan shalat."_


Maka harus melihat bagaimana tata cara dan urutan Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ shalat. Maka lakukanlah dengan mengetahui rukun ini. Kita harus benar-benar menjaga rukun-rukun yang ada supaya shalat kita diterima oleh Allah _Subhanahu wa Ta'ala_ .


_Wallahu ta’ala a'lam bishshawab_


Semoga bermanfaat.


_Fa Jazaakumullah Khayran_


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

Kamis, 02 November 2023

RUKUN-RUKUN SHALAT Bagian 01

 🔊 *MATERI 11 : RUKUN-RUKUN SHALAT Bag. 01*


📆 Kamis, 18 Rabi'ul Akhir 1445 H/2 November 2023 M

👤 Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.

📗 Fiqih : Modul 02

🌐https://madeenah.bimbinganislam.com/


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•


_MADEENAH..._

_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Setelah kita mempelajari tentang syarat-syarat shalat, maka pada pasal yang keempat ini kita akan mempelajari tentang Rukun Shalat.


Yang dimaksud dengan rukun adalah sesuatu yang harus ada ketika kita menjalankan amal ibadah. Artinya rukun itu akan bisa membangun ibadah yang akan kita lakukan, sehingga tidak akan sah ibadah seseorang kecuali dengan melakukan rukun-rukun tersebut.


Ketika kita berbicara tentang syarat maka (maksudnya adalah) hal-hal yang harus diperhatikan sebelum kita melakukan amal ibadah tersebut. Namun ketika kita dihadapkan dengan suatu amalan (ibadah) dan amalan-amalan itu harus ada (pada ibadah tersebut), maka itu adalah bagian dari rukun, yang tidak bisa tergantikan dengan amalan-amalan yang lainnya.


Berbeda nanti dengan hal yang wajib, kalau hal yang wajib berbeda dengan rukun. Kalau hal yang wajib itu, ketika ketiadaan dari amalan tersebut akan bisa digantikan dengan yang lain. Namun ketika rukun, maka itu harus ada. Apabila tidak ada maka akan bisa merontokkan dan merobohkan amal perbuatan dari ibadah yang kita lakukan.


Ada 14 rukun yang harus diperhatikan bagi seseorang, yang tidak boleh untuk ditinggalkan, baik sengaja ataupun lupa atau karena kebodohan dan sebagainya.


Di antara rukun tersebut, adalah:


١ - القيام


⑴ Al-Qiyaam (القيام) maka berdiri dalam keadaan dia mampu tidak bisa digantikan (dia harus berdiri).


Ketika seseorang dia mampu (berdiri) kemudian dia shalat dalam keadaan duduk pada shalat-shalat lima waktu, maka shalatnya tidak sah. Sebagaimana yang Rasulullah _shallallāhu 'alayhi wa sallam_ katakan kepada Imran Ibnu Hushain,


صَلِّ قَائِمًا


_"Shalatlah dalam keadaan berdiri."_


Namun bila tidak mampu, Rasulullah membolehkannya (shalat dalam keadaan duduk).


فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا


_"Apabila tidak mampu, maka duduklah.”_


فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ


_”Apabila kamu tidak mampu, maka boleh dalam keadaan berbaring."_ (HR Bukhari no. 1117)


Namun perhatian di sini!


Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ memberikan rukhshah bagi orang yang tidak mampu, namun ketika dia mampu dan meninggalkannya, maka ini tidak boleh. Karena ini adalah bagian dari rukun.


Adapun pada shalat nafilah (sunnah) maka boleh. Boleh seseorang dalam keadaan duduk, karena berdiri dalam shalat nafilah adalah sunnah, berbeda dengan (berdiri pada) shalat lima waktu. Hal ini berdasarkan apa yang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ lakukan. Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ pernah melakukan shalat dalam keadaan duduk, saat shalat malam maksudnya bukan shalat lima waktu.


٢ - تكبيرة الإحرام في أولها


⑵ Takbiratul ihram


Takbir yang dimaksud adalah dengan mengatakan (الله أكبر), bukan mengangkat kedua tangannya.


Namun takbirnya ini adalah ucapan الله أكبر nya ini, ini yang dimaksudkan dengan takbiratul ihram. Sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ kepada seorang sahabat yang shalatnya tidak baik.


Rasulullah bersabda,


إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ‏


_"Bila kamu menegakkan shalat maka bertakbirlah."_ (HR. Bukhari no. 793)


Artinya di sini takbiratul ihram.


٣ - قراءة الفاتحة


⑶ Membaca surat Al-Fatihah di dalam setiap raka'at, sebagaimana sabda Rasulullah _shallallāhu 'alayhi wa sallam_,


لَا صَلَاةَ لمن لم يقْرَأ بِفَاتِحَة الْكتاب


_"Tidak sah shalat bagi seseorang yang tidak membaca Al-Fatihah."_ (HR. Bukhari no. 856).


Dikecualikan di sini bagi orang yang tertinggal shalatnya, selama dia telah mendapatkan rukuknya imam atau dia berdiri namun dia tidak memungkinkan untuk membaca Al-Fatihah, maka Al-Fatihahnya makmum ini dicukupkan dengan Al-Fatihahnya imam.


Begitu pula ketika seseorang yang dia shalat dalam keadaan bacaan imamnya itu dengan keras, maka disunnahkan bagi seorang makmum untuk tetap membaca.


Walaupun di sini ada khilaf di antara para ulama. Apakah cukup dengan bacaan Al-Fatihahnya imam dan makmum tidak perlu untuk membaca Al-Fatihah lagi?


Namun sebaiknya (_wallahu ta'ala a'lam bishshawab_) sebagaimana yang telah dituliskan oleh penulis di sini, bahwa tetap disunnahkan untuk membaca Al-Fatihah. Bahkan sebagian lagi mengatakan tetap wajib untuk membaca surat Al-Fatihah. Surat Al-Fatihah saja bukan surat yang lainnya.


٤ - الركوع في كل ركعة


⑷ Rukuk dalam setiap raka'at.


Ini adalah bagian dari rukun apabila dia mampu sebagaimana sabda Rasulullah _Shallallahu Alaihi wa Sallam_ kepada sahabatnya yang shalatnya jelek,


ثُمَّ اِرْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا


_"Maka rukuklah sampai benar-benar dalam keadaan rukuk (tumakninah dalam rukuk)."_ (HR Bukhari no. 6251)


_Wallahu ta’ala a'lam bishshawab._


Semoga bermanfaat.


_Fa Jazaakumullah Khayran._


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

Syirik Dalam Nama & Sifat Allah Serta Contohnya Dalam Kehidupan

   Beranda / Artikel Aqidah Artikel Manhaj Syirik Dalam Nama & Sifat Allah Serta Contohnya Dalam Kehidupan Bimbingan Islam 2 hours yang ...