๐ *MATERI 02 : UDZUR MENINGGALKAN SHALAT BERJAMA'AH DAN HUKUM MENGULANG JAMA'AH*
๐ Selasa, 11 Rajab 1445 H/23 Januari 2024 M
๐ค Ustadz Mu'tashim, Lc., M.A.
๐ Fiqih : Modul 03
๐ https://madeenah.bimbinganislam.com/
•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•
_MADEENAH..._
_Belajar Islam dasar, dengan pemahaman yang benar_
ุจุณู ุงููู ุงูุฑุญู ู ุงูุฑุญูู
ุงูุณูุงู ุนูููู ูุฑุญู ุฉ ุงููู ูุจุฑูุงุชู
ุงูุญู ุฏ ููู ูุงูุตูุงุฉ ูุงูุณูุงู ุนูู ุฑุณูู ุงููู ูุจุนุฏ
Masih berkaitan dengan Bab Shalat Berjama'ah.
Pada kesempatan ini kita akan membicarakan tentang siapakah di antara mereka yang diberikan udzur untuk meninggalkan Shalat Berjama'ah.
Siapa Yang Diperbolehkan Untuk Meninggalkan Shalat Berjama'ah Karena Udzur
Ada beberapa golongan atau kelompok atau keadaan yang diperbolehkan untuk meninggalkan shalat berjama'ah, antara lain:
⑴ Bila seseorang mengalami rasa sakit yang menyulitkan dia untuk pergi ke masjid. Sebagaimana firman Allah _Subhanahu wa Ta'ala_ dalam surat Al-Fath ayat 17.
ََููุง ุนََูู ูฑููۡ َุฑِูุถِ ุญَุฑَุฌٞۗ
_"Dan begitu pula atas orang yang sakit maka tidak mengapa dia meninggalkan shalat berjama'ah."_
Dan apa yang Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ sabdakan kepada para sahabat ketika Beliau dalam keadaan sakit. Maka Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ memerintahkan kepada Abu Bakar untuk menggantikan Beliau menjadi imam bersama para sahabat.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dan Muslim.
⑵ Dalam keadaan ketika seseorang sangat lapar dan di depannya ada makanan atau dalam keadaan dia sedang menahan buang air.
Sebagaimana hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,
َูุง ุตََูุงุฉَ ุจِุญَุถْุฑَุฉِ ุทَุนَุงู ٍ , ََููุง َُูู ُูุฏَุงِูุนُ ุงْูุฃَุฎْุจَุซَِูู
"Tidak ada shalat bagi seseorang yang dihadapannya ada makanan, kemudian dalam keadaan seseorang sedang menahan buang air besar atau buang air kecil."
Kemudian keadaan ketiga yang diperbolehkan untuk meninggalkan atau tidak melakukan shalat berjama'ah di masjid adalah:
⑶ Ketika dalam keadaan takut kehilangan terhadap sesuatu baik dari harta atau makanannya atau sesuatu yang akan membahayakan dia. Ini adalah bagian dari udzur yang diperbolehkan untuk meninggalkan shalat berjama'ah.
⑷ Apabila dalam keadaan hujan atau ada lumpur yang sangat tebal, atau salju yang sangat tebal, atau hal-hal lain sehingga menyulitkan dia untuk pergi ke masjid, maka diperbolehkan untuk tidak menghadiri shalat berjama'ah di masjid.
Sebagaimana hadits Ibnu 'Umar _radhiyallahu ta'ala 'anhuma_, dia berkata, "Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ memerintahkan kepada seorang muadzin ketika malam sangat dingin lagi hujan yang sangat lebat. Beliau _shallallahu 'alayhi wa sallam_ memerintahkan,
ุฃูุง ุตููุง ูู ุงูุฑุญุงู
_"Supaya kalian wahai kaum muslimin untuk shalat di rumah kalian masing-masing."_
(Hadits riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim).
⑸ Dalam keadaan seseorang merasa kesulitan mengikuti bacaan imam yang sangat panjang. Bila dia merasakan kekhawatiran ini dan dia tidak sanggup mengikuti bacaan imam yang sangat panjang maka diperbolehkan bagi dia untuk tidak mengikuti shalat berjama'ah bersama imam.
Sebagaimana hadits Mu'adz yang menceritakan karena Mu'adz bacaannya sangat panjang sekali kemudian ada seorang sahabat yang shalat sendiri, kemudian Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ mengingkari apa yang dilakukan oleh Mu'adz dan tidak menghardik atau mengingkari shalatnya orang tersebut.
⑹ Bila seseorang merasakan ketakutan apabila dia tertinggal dengan orang atau dengan angkutan yang dipergunakan ketika dia melakukan safar. Apabila dia menunggu shalat jama'ah maka dia akan tertinggal, maka diperbolehkan baginya untuk tidak mengikuti shalat berjama'ah di masjid.
⑺ Bila seseorang merasakan ketakutan dengan kematian kerabatnya atau sahabatnya dan dia tidak berada di sisinya maka diperbolehkan bagi dia untuk mentalqin, untuk menemani orang yang sedang sakaratul maut tersebut dan meninggalkan shalat berjama'ah.
⑻ Ketika dia dalam keadaan untuk menemani orang yang berutang terhadapnya apabila dia tinggalkan maka orang ini lari dan tidak mau membayar utangnya. Maka hal ini pun diperbolehkan untuk tidak melakukan shalat berjama'ah di masjid, karena takut dengan sesuatu yang dikhawatirkan keadaanya menjadi tidak karuan atau menjadi tidak baik.
Ini hal-hal yang dijadikan sebagai udzur bagi kita untuk meninggalkan shalat berjama'ah di masjid, walaupun tetap diharapkan berusaha dan berusaha sekuat mungkin untuk bisa menjalankan shalat berjama'ah di masjid atau melakukan shalat berjama'ah di dalam rumahnya atau di tempatnya. Dengan keutamaan-keutamaan yang telah kita ketahui tentang shalat berjama'ah, terutama shalat berjama'ah di masjid.
Kemudian pada kesempatan kali ini kita akan membicarakan tentang hukum mengulang shalat berjama'ah di masjid dan hukum bila iqamah sudah dikumandangkan.
Hukum Mengulang Shalat Berjama'ah Di Satu Masjid
Maka diperbolehkan seseorang untuk mengadakan jama'ah di masjid yang sama bila seseorang dalam keadaan tertinggal dengan jama'ah sebelumnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_,
ุตََูุงุฉُ ุงَูุฑَّุฌُِู ู َุนَ ุงَูุฑَّุฌُِู ุฃَุฒَْูู ู ِْู ุตََูุงุชِِู َูุญْุฏَُู
_"Shalat seseorang bersama dengan yang lainnya (berjama'ah) itu lebih baik daripada dia shalat sendirian."_
(Hadits riwayat Abu Dawud dan An-Nasaai).
Kemudian juga sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ ketika mengatakan kepada orang yang tertinggal kemudian menawarkan kepada sahabatnya,
ู ู َูุชَุตَุฏَُّู ุนََูู َูุฐَุง َُููุตََِّูู ู َุนَُู؟
_"Siapa yang mau bershadaqah terhadap hal ini (kepada orang ini) hendaknya ia shalat bersamanya?"_
Ini menunjukkan bahwa diperbolehkan seseorang mengatakan ini kepada jama'ah yang lain ketika dia dalam keadaan terlambat dengan jama'ah sebelumnya.
Namun bagaimana keadaannya ketika ada masjid yang itu terulang, terulang dan terulang. Artinya diketahui bahwa masjid tersebut mempunyai dua jama'ah. Ada jama'ah pertama, ada jama'ah kedua dan itu sesuatu yang rutin. Maka dalam hal ini hendaknya seseorang tidak melakukan rutinitas dengan mengadakan jama'ah yang berikutnya karena di situ akan menimbulkan fitnah dan akan menjadikan orang yang lainnya memilih shalat pada tahap kedua. Orang itu menjadi malas untuk tetap menjalankan shalat lima waktu pada waktunya bersama imam rawatib.
Hukum Shalat Sunnah Bila Iqamat Untuk shalat Wajib Telah Dikumandangkan
Apa hukum shalat apabila qamat (iqamah) telah dikumandangkan?
Ketika seorang muadzin mengumandangkan iqamah untuk melakukan shalat fardhu maka tidak boleh bagi seseorang untuk memulai shalat nafilah dan disibukkan dengan shalat tersebut karena ada kewajiban yang harus dia perhatikan.
Sebagaimana sabda Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_,
ุฅِุฐَุง ุฃُِููู َุชِ ุงูุตََّูุงุฉُ ََููุง ุตََูุงุฉَ ุฅَِّูุง ุงْูู َْูุชُูุจَุฉ
_"Apabila iqamah telah ditegakkan maka tidak ada shalat kecuali shalat wajib."_
(Hadits riwayat Muslim, no. 710).
Dalil yang lain bahwa Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ pernah mendapatkan seseorang yang melakukan shalat padahal muadzin telah mengumandangkan iqamah untuk melakukan shalat subuh. Maka Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ mengatakan kepada dia (orang tersebut),
ุฃَุชُุตَِّูู ุงูุตُّุจْุญَ ุฃَุฑْุจَุนًุง ؟
_"Apakah kamu akan melakukan shalat subuh empat raka'at?."_
Rasulullah _shallallahu 'alayhi wa sallam_ melarang hal tersebut sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Lalu bagaimana seandainya seseorang telah melakukan shalat sunnah kemudian iqamah (baru) dikumandangkan, apakah dia membatalkan shalat tersebut atau dia meneruskannya?
Sebagian ahlul ilmi mengatakan apabila dia telah melakukan shalat pada raka'at kedua, hendaknya dia mempercepat shalatnya dan segera menyusul imam yang melakukan takbiratul ihram. Namun apabila dia pada raka'at pertama, hendaknya dia membatalkan shalatnya kemudian masuk shaf untuk melakukan shalat bersama imam.
Semoga bermanfaat.
_Wallahu ta'ala a'lam wa bishawab._
ู ุงูุณูุงู ุนูููู ูุฑุญู ุฉ ุงููู ูุจุฑูุงุชู
•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•
Tidak ada komentar:
Posting Komentar