Tiga Hal Yang Wajib Dipelajari Setiap Muslim

Tiga Hal yang Wajib Dipelajari Setiap Muslim
Bismillah…
Pertama: Ilmu yang Menghidupkan Hati
Ada ilmu yang menghidupkan hati, menenangkan gelisah, dan membuat langkah terasa mantap. Ilmu itu bukan tentang rumus fisika, bukan pula tentang hitungan dunia. Tapi tentang mengenal Allah, mengenal Nabi-Nya, dan mengenal Islam yang kita peluk. Ilmu inilah yang disebut oleh ulama sebagai ilmu yang pertama dan utama.
Sebagaimana dikatakan oleh penulis kitab Tsalatsatul Ushul:
الأُولَى: الْعِلْمُ، وَهُوَ: مَعْرِفَةُ اللهِ، وَمَعْرِفَةُ نَبِيِّهِ، وَمَعْرِفَةُ دِينِ الإِسْلَامِ بِالأَدِلَّةِ
Tiga hal ini ibarat pondasi rumah. Jika kuat, maka bangunan hidup kita akan kokoh berdiri. Tapi jika rapuh atau kosong, maka mudah runtuh, bahkan sebelum badai datang.
Kedua: Ilmu yang Tak Bisa Diwakilkan
Tak semua ilmu harus dikuasai oleh semua orang. Tapi ada jenis ilmu yang tak bisa diwakilkan. Kamu, aku, kita semua—harus memilikinya sendiri.
Ilmu itu disebut ilmu fardhu ‘ain. Ilmu yang wajib dimiliki oleh setiap individu Muslim, agar bisa menjalani hidup sesuai kehendak Allah.
Apa saja contohnya?
- Ilmu tentang rukun iman dan rukun Islam
- Ilmu tentang bagaimana bersuci dan shalat
- Ilmu tentang apa yang haram dan wajib dan banyak lagi…
Imam Ahmad pernah berkata:
يَجِبُ أَنْ يَطْلُبَ مِنَ الْعِلْمِ مَا يَقُومُ بِهِ دِينُهُ
Karena bagaimana bisa kita menjalankan Islam kalau tidak tahu caranya? Bagaimana bisa mencintai Allah jika tak pernah berusaha mengenal-Nya?
Ketiga: Tiga Pertanyaan yang Akan Kita Hadapi Sendirian
Suatu hari, saat tubuh ini dibaringkan dalam gelapnya liang lahat, akan datang dua malaikat. Lalu mereka bertanya:
Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa nabimu?
Pertanyaan itu sederhana, tapi tak bisa dijawab dengan hafalan. Hanya bisa dijawab oleh hati yang mengenal.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ أَوْ قَالَ أَحَدُكُمْ أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَالآخَرُ النَّكِيرُ ، فَيَقُولَانِ : مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ ؟ فَيَقُولُ مَا كَانَ يَقُولُ : هُوَ عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ ، أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ . فَيَقُولانِ : قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُولُ هَذَا ، ثُمَّ يُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ سَبْعُونَ ذِرَاعًا فِي سَبْعِينَ ، ثُمَّ يُنَوَّرُ لَهُ فِيهِ ، ثُمَّ يُقَالُ لَهُ : نَمْ ، فَيَقُولُ : أَرْجِعُ إِلَى أَهْلِي فَأُخْبِرُهُمْ ، فَيَقُولَانِ : نَمْ كَنَوْمَةِ الْعَرُوسِ الَّذِي لا يُوقِظُهُ إِلا أَحَبُّ أَهْلِهِ إِلَيْهِ حَتَّى يَبْعَثَهُ اللَّهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ.
وَإِنْ كَانَ مُنَافِقًا قَالَ : سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُولُونَ فَقُلْتُ مِثْلَهُ لا أَدْرِي . فَيَقُولَانِ : قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُولُ ذَلِكَ ، فَيُقَالُ لِلأَرْضِ : الْتَئِمِي عَلَيْهِ ، فَتَلْتَئِمُ عَلَيْهِ ، فَتَخْتَلِفُ فِيهَا أَضْلاعُهُ ، فَلا يَزَالُ فِيهَا مُعَذَّبًا حَتَّى يَبْعَثَهُ اللَّهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ
“Jika mayit atau salah seorang dari kalian sudah dikuburkan, ia akan didatangi dua malaikat hitam dan biru, salah satunya Munkar dan yang lain Nakir, keduanya berkata, “Apa pendapatmu tentang orang ini (Nabi Muhammad)?” Maka ia menjawab sebagaimana ketika di dunia, “Abdullah dan Rasul-Nya, aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Keduanya berkata, “Kami telah mengetahui bahwa kamu dahulu telah mengatakan itu.” Kemudian kuburannya diperluas 70 x 70 hasta, dan diberi penerangan, dan dikatakan, “Tidurlah.” Dia menjawab, “Aku mau pulang ke rumah untuk memberitahu keluargaku.” Keduanya berkata, “Tidurlah, sebagaimana tidurnya pengantin baru, tidak ada yang dapat membangunkannya kecuali orang yang paling dicintainya, sampai Allah membangkitkannya dari tempat tidurnya tersebut.”
Apabila yang meninggal adalah orang munafik, ia menjawab, “Aku mendengar orang mengatakan aku pun mengikutinya dan saya tidak tahu.” Keduanya berkata, “Kami berdua sudah mengetahui bahwa kamu dahulu mengatakan itu.” Dikatakan kepada bumi, “Himpit Lah dia, maka dihimpit lah jenazah tersebut sampai tulang rusuknya berserakan, dan ia akan selalu merasakan azab sampai Allah bangkitkan dari tempat tidurnya tersebut.” (HR. Tirmidzi, no. 1071. Al-Hafizh Abu Thahir)
Itulah mengapa kita harus mengenal:
- Allah, melalui nama-nama-Nya, ciptaan-Nya, ayat-ayat-Nya
- Nabi Muhammad, dengan akhlaknya, perjuangannya, kisah kehidupannya dan risalah yang dibawanya
- Agama Islam, dengan ajaran-ajaran sucinya yang penuh cinta dan keadilan, mulai dari ibadah ibadah, muamalah, akhlak dan akidah yang diajarkan.
Dan mengenal mereka dengan dalil, bukan sekadar ikut-ikutan. Bukan karena kebetulan lahir dari keluarga Muslim, tapi karena kita memilih jalan ini dengan sadar.
Apa Maksudnya Mengenal dengan Dalil?
Mengenal dengan dalil bukan berarti semua orang harus jadi ustaz. Bukan.
Tapi minimal, kita tahu bahwa apa yang kita yakini itu ada dasarnya. Kita tahu bahwa shalat itu perintah Allah. Kita tahu bahwa puasa, zakat, dan akhlak baik itu bukan sekadar budaya, tapi bagian dari agama yang sempurna.
Kalau kita awam, maka dalil kita adalah fatwa para ulama yang terpercaya. Kita tahu mereka bersandar pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Akhir Kata
Tiga hal ini: mengenal Allah, Nabi, dan Islam, bukan sekadar ilmu. Mereka adalah cahaya. Jika kau punya cahaya ini, insyaAllah hidupmu akan punya arah. Dan kelak, saat sendirian di alam kubur, kau tidak akan gagap saat ditanya.
Semoga Allah memudahkan kita untuk mengenal-Nya, mencintai Nabi-Nya, dan menjalani Islam ini dengan penuh keyakinan.
Selamat belajar, selamat tumbuh. Baarokallohufikum
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar